REVIEW
PRESENTASI
MAKALAH
MAKNA DAN POSISI SERTA URGENSI BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PRAKTEK PENDIDIKAN
Diajukan
untuk memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan dan Konseling
Dosen
Pengampu : 1. Dr. Nani M. Sugandhi, M.Pd.
2. Hendri Rismayadi, S.Pd.
oleh
:
Rizky
Ayu Aulia NIM 1201707
Departemen Pendidikan Matematika
Fakultas Pendidikan Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pendidikan Indonesia
Bandung
2015
A. Pengertian Bimbingan dan Konseling
1. Pengertian Bimbingan
Pada dasarnya, bimbingan merupakan gaya pembimbing untuk
membantu mengoptimalkan individu. Donald G. Mortesen dan Alan M. Schumuller
(1976, dalam Nurihsan, 2006) menyatakan, Guidance
may be defined as that part of the total educational program that help provide
the personal apportunities and sepecialized staff services by which each
individual can develop to the fullest of his abilities and capacities in therm
of the democratic idea.
Model bimbingan yang berkembang saat ini adalah bimbingan
perkembangan. Visi bimbingan perkembangan bersifat edukatif, pengembangan dan
outreach. Edukatif karena titik berat layanan bimbingan perkembangan ditekankan
pada pencegahan dan pengembangan, bukan korektif atau terapeutik, walaupun
layanan tersebut juga tidak diabaikan. Pengembangan karena titik sentral sasaran
bimbingan perkembangan adalah perkembangan optimal seluruh aspek kepribadian
individu dengan strategi atau upaya pokoknya memberikan kemudahan perkembangan
melalui perekayasaan lingkungan perkembangan. Outreach karena target populasi
layanan bimbingan perkembangan tidak tebatas pada individu yang bermasalah,
tetapi semua individu berkenana dengan semua aspek kepribadiannyadalam semua
konteks kehidupan (masalah, target, intervensi, setting, metode, dan lama waktu
layanan).
2. Pengertian Konseling
Shertzer dan stone (1980, dalam Nurihsan, 2006) telah
membahas berbagai definisi yang terdapat di dalam literatur tentang konseling.
Dari hasil bahasannya itu, mereka sampai pada kesimpulan, bahwa Counseling is an interaction process which
facilitates meaningful understanding of self and environment and result in the
establishment and/or clarification of goals and values of future behavior.
Konseling adalah upaya membantu individu melalui proses
interaksi yang bersifat pribadi antar konselor dan konseli agar konseli mampu
memahami diri dan lingkungannnya, mampu membuat keputusan dan menentukan tujuan
berdasarkan nilai yang diyakininya sehingga konseli merasa bahagia dan efektif
perilakunya.
B. Sejarah Perkembangan Bimbingan dan
Konseling
1. Sejarah Perkembangan Bimbingan dan Konseling di Amerika
Serikat
Layanan bimbingan di Amerika Serikat mulai diberikan oleh
Jesse B. Davis pada sekitar tahun 1987-1907. Beliau bekerja sebagai konselor
sekolah menengah di Detroit. Dalam waktu sepuluh tahun, ia membantu mengatasi
msalah-masalah pendidikan, moral dna jabatan siswa. Pada tahun 1908, Frank
Parsons mendirikan Vocational Bureau untuk membantu para remaja memilih pekerjaan yang cocok untuk mereka. Tahun 1910, Willianm Healy mendirikan
Juvenile Psycopathic Institut di Chicago.
Perkembangan bimbingan dan konseling di Amerika Serikat sangat
oesat pada awal tahun 1950. Hal ini ditandai dengan berdirinya APGA (American
Personnel dan Guidance Association) pada tahun 1952. Selanjutnya, pada bulan
Juli 1983, APGA mengubah namanya menjadi AACD (American Association Counceling
and Development). Kemudian, satu organisasi lainnya bergabung pula dengan AACD,
yaitu Militery Education (MECA). Dengan demikian, pada saat ini AACD merupakan
organisasi professional bagi para konselor di Amerika Serikat.
2. Sejarah Perkembangan Bimbingan dan Konseling di
Indonesia
Kegiatan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia lebih
banyak dilakukan dalam kegiatan pendidikan formal di sekolah. Pada awal tahun
1960 di beberapa sekolah dilaksanakan program bimbingan yang terbatas pada
bimbingan akademis. Pada tahun 1964, lahir kurikulum SMA Gaya Baru, dengan
keharusan melaksanakan program bimbingan dan penyuluhan. Tetapi, program ini
tidak berkembang karena kurang persiapan prasyarat, terutama kurangnya tenaga
pembimbing yang professional. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka pada
dasawarsa 60-an, Faklutas Keguruan Ilmu Pendidikan, dan diteruskan oleh
institut keguruan dan ilmu pendidikan (1963) membuka jurusan Bimbingan dan
Penyuluhan yang sekarang dikenal di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)
dnegan nama Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (PPB)
Setelah dirintis dalam dekade 60-an, bimbingan dicoba
penataannya dalam dekade 70-an. Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP)
membawa harapan baru pada pelaksanaan bimbingan di sekolah karena straf
bimbingan memegang peranan penting dalam sistem sekolah pembangunan. Secara
formal, bimbingan dan konseling diprogramkan di sekolah sejak diberlakukannnya
kurikulum 1975 yang menyatakan bahwa bimbingan dan penyuluhan merupaka bagian
integral dalam pendidikan di sekolah. Pada tahun 1975, berdiri Ikatan Petugas
Bimbingan Indonesia (IPBI) di Malang. IPBI ini memberikan pengaruh terhadap
perluasan program bimbingan di sekolah.
Setelah melalui penataan, dalam dekade 80-an, bimbingan
diupayakan agar lebih mantap. Pemantapan terutama diusahakan untuk mewujudkan
layanan bimbingan yang professional. Upaya- upaya dalam dekade ini lebih
mengarah pada profesionalitas yang lebih mantap. Beberapa upaya dalam
pendidikan yang dilakukan dalam dekade ini adalah penyempurnana kurikulum dari kurikulum 1975 ke kurikulum 1984. Dalam kurikulum 1984, telah dimasukkan
bimbingan karier di dalamnya. Usaha memantapkan bimbingan terus dilanjutkan
dengan diberlakukannya UU No. 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam
pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan
peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan atau latihan bagi
peranannya dalam masa mendatang.
Penataan bimbingan terus dilanjutkan dengan dikeluarkannya SK
Menpan o. 84/1993 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya. Dalam
pasal 3 disebutkan tugas pokok guru adalah menyusun program bimbingan,
melaksanakan program bimbingan, evaluasi pelaksanaan bimbingan, analisis hasil
pelaksanaan bimbingan, dan tindak lanjut dalam program bimbingan terhadap
peserta didik yang menjadi tanggung jawabnya.
Selanjutnya pada tahun 2001 terjadi perubahan nama organisasi
Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (IPBI) menjadi Asosiasi Bimbingan dan
Konseling Indonesia (ABKIN). Pemunculan nama ini dilandasi terutama oleh
pemikiran bahwa bimbingan dna konseling harus tampil sebagai profesi yang
mendapat pengakuan dan kepercayaan publik.
Secara umum, Sejarah perkembangan Bimbingan dan
Konseling di Indonesia dapat dibagi kedalam beberapa dekade, yaitu sebagai
berikut
a) Dekade 40-an
Dalam bidang pendidikan, pada dekade 40-an lebih bnayak
ditandai dengan merealisasikan kemerdekaan melalui pendidikan. Melalui
pendidikan yang serba darurat maka pada saat itu diupayakan secara bertahap
memecahkan masalah besar antara lain melelui pemberantasan buta huruf. Sesuai
dengan jiwa pancasila dan UUD 1945. Hal ini pula yang menjadi fokus utama dalam bimbingan pada saat itu.
b) Dekade 50-an
Bidang pendidikan menghadapi tantangan yang amat besar yaitu
memecahkan masalah kebodohan dan keterbelakangan rakyat Indonesia. Kegiatan
bimbingan pada masa dekade ini lebih banyak tersirat dalam berbagai kegiatan
oendidikan dan benar-benar menghadapi tantangan dalam membantu siswa agar dapat
berprestasi
Sejarah lahirnya Bimbingan dan Konseling di Indonesia pada
dekade ini diawali daru dimasukkannya bimbingan dan konseling (dahulu bimbingan
dan penyuluhan) pada setting sekolah. Pemikiran ini diawali sejak tahun 1960.
Hal ini merupakan salah satu hasil Konferensi Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (FKIP-IKIP) di Malang tanggal 20-24 Agustus 1960.
Perkembangan berikutnya tahun 1964 IKIP Bandung dan IKIP
Malang mendirikan jurusan Bimbingan dan Penyuluhan.
Beberapa
peristiwa penting dalam pendidikan pada dekade ini adalah :
(1)
Ketetapan MPRS tahun 1966 tentang dasar pendidikan
nasional
(2)
Lahirnya kurikulum SMA Gaya Baru 1964
(3)
Lahirnya kurikulum 1968
(4)
Lahirnya jurusan Bimbingan dan Konseling di IKIP tahun
1963
Keadaan di atas memberikan tantangan bagi keperluan pelayanan
Bimbingan dan Konseling di Sekolah.
d) Dekade 70-an
d) Dekade 70-an
Dalam dekade ini, perkembangan Bimbingan dan
Konseling dapat terlihat dari rentetan point berikut :
(1) Bimbingan diupayakan aktualisasinya melelui penataan
legalitas sistem, dan pelaksanaannya.
(2)
Bimbingan dilakukan secara konseptual, maupun secara
operasional. Melalui upaya ini, semua pihak telah merasakan apa, mengapa,
bagaimana dan dimana bimbingan dan konseling
(3)
Tahun 1971 berdiri Proyek Perintis Sekolah Pembangunan
(PPSP) pada delapan IKIP. Melalui proyek ini, bimbingan dan penyuluhan
dikembangkan, juga berhasil disusun “Pola Dasar Rencana dan Pengembangan
Bimbingan dan Penyuluhan” pada PPSP
(4)
Tahun 1978 diselenggarakan program PGSLP dan PGSLA
Bimbingan dan Penyuluhan IKIP (setingkat D2 atau D3) untuk mengisi jabatan guru
Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah yang sampai saat itu belum ada jatah
pengangkatan guru BP dari tamatan S1 Jurusan Bimbingan dan Penyuluhan
e) Dekade 80-an
Pada dekade ini, bimbingan ini diupayakan agar mantap.
Pemantapan terutama diusahakan untuk menuju kepada perwujudan bimbingan yang
professional. Dalam dekade 80-an pembangunan telah memasuki Repelita III, IV,
dan V yang ditandai dengan menuju lepas landas.
Sampai tahun 1993, pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan di
sekolah tidak jelas, parahnya lagi pengguna terutama orang tua murid
berpandangan kurang bersahabat dengan BP. Muncul anggapan bahwa anak yang ke BP
identik dengan anak yang bermasalah, kalau orang tua murid diundang ke sekolah
oleh guru BP. Hingga lahirnya SK Menpan No. 83/1993 tentang Jabatan Fungsional
Guru dan Angka Kreditnya yang didalamnya termuat aturan tentang bimbingan dan konseling di sekolah. Ketentuan pokok dalam SK Menpan tersebut diuraikan lebih
lanjut melalui SK Mendikbut No. 025.1995 sebagau petunjuk pelaksanaan Jbaatan
Fugsional Guru dan Angka Kreditnya. Di dalam SK Mendikbud ini istilag Bimbingan
dan Penyuluhan berubah nama menjadi Bimbingan dan Konseling di sekolah dan
dilaksanakan oleh Guru Pembimbing. Di sinilah pola pelaksanaan Bimbingan dan
Konseling di sekolah mulai jelas.
C. Kondisi Bimbingan dan Konseling di Sekolah
Berbicara tentang pendidikan
nasional atau sekolah di negara ini, yang sering menjadi sorotan adalah masalah
nilai atau kemampuan kognitif peserta
didik, bangunan sekolah, dan kesejahteraan guru. Jarang sekali isu kepribadian peserta
didikyang dijadikan sorotan, apalagi peran guru Bimbingan dan Konseling atau
konselor sekolah dalam pembentukan pribadi peserta didik.
Bimbingan Konseling (BK) seolah menjadi topik yang tidak menarik untuk dibicarakan. Padahal, jika kita merujuk ke negara yang pendidikannya maju, seperti Amerika Serikat, Singapura, bahkan Malaysia, peran guru BK sangat diperhatikan. Sedangkan di Indonesia isu tentang BK menjadi isu yang belum terlalu menjadi sorotan, kalaupun ada, namun bukanlah menjadi sorotan nasional tetapi hanya sekedar sorotan lingkup daerah saja. Gerakan yang terlihat malah dari daerah, bahkan dari sekolah-sekolah.Isu BK seperti ini mengakibatkan sekolah-sekolah tidak memiliki paradigma yang tunggal terhadap BK.
Bimbingan Konseling (BK) seolah menjadi topik yang tidak menarik untuk dibicarakan. Padahal, jika kita merujuk ke negara yang pendidikannya maju, seperti Amerika Serikat, Singapura, bahkan Malaysia, peran guru BK sangat diperhatikan. Sedangkan di Indonesia isu tentang BK menjadi isu yang belum terlalu menjadi sorotan, kalaupun ada, namun bukanlah menjadi sorotan nasional tetapi hanya sekedar sorotan lingkup daerah saja. Gerakan yang terlihat malah dari daerah, bahkan dari sekolah-sekolah.Isu BK seperti ini mengakibatkan sekolah-sekolah tidak memiliki paradigma yang tunggal terhadap BK.
Ada beberapa
paradigma yang berkaitan dengan BK di sekolah:
1.
Sekolah yang sadar
betul pentingnya BK untuk membangun karakter peserta didik. Kesadaran ini
mendorong sekolah ini menata sistem penyelenggaraan BK menjadi salah satu
elemen penting sekolah. Untuk membangun sistem tersebut mereka melakukan studi
banding, membangun fasilitas BK, memberikan waktu masuk kelas untuk guru BK,
melibatkan tenaga BK dalam seluruh proses perkembangan peserta didik,
menempatkan BK sebagai rekan guru bukan hanya sebagai pelengkap, mengirim
guru-guru BK mengikuti seminar.
2.
Sekolah yang sadar
akan kedudukan BK dalam pembentukan pribadi peserta didik, tetapi tidak
didukung oleh materi, tenaga dan yayasan atau pemerintah. Keberadaan BK di
sekolah ini antara ada dan tiada, hidup segan mati tak mau. Di sekolah kategori
ini semua konsep BK hanya tinggal dalam angan-angan. Untuk membangun manajemen
BK di sekolah ini butuh tenaga ekstra. Pendekatan yang dilakukanpun harus
bervariasi. Ada pendekatan pragmatis, ada pendekatan struktural.
3.
Sekolah yang masih
menerapkan manajemen BK “jadul”. Guru BK masih dianggap sebagai polisi sekolah, hanya
menangani orang yang bermasalah. Sekolah ini cenderung tidak terbuka terhadap
perkembangan ilmu BK dan tidak melihat fungsi BK dalam pembentukan pribadi
siswa. Guru BK masih ditempatkan sebagai pelengkap dalam proses pendidikan
anak, bukan sebagai rekan tenaga pengajar. Bahkan ironisnya, yang menjadi guru
BK bukan lulusan Bimbingan dan Konseling.
4.
Sekolah yang belum
memiliki manajemen BK. Penyebabnya bisa karena belum ada tenaga, atau tidak ada
yang tahu sehingga tidak ada yang memulai, atau bisa juga karena masalah
finansial, atau menganggap tidak perlu.
D. Landasan Bimbingan dan Konseling
1. Landasan Psikologis
Landasan psikologis dalam Bimbingan dan Konseling memberikan
pemahaman tentang tingkah laku individu yang menjadi sasaran (klien). Hal ini
sangat penting karena bidang garapan bimbingan dan konseling adalag tingkah
laku klien, yaitu tingkah laku yang perlu diubah atau dikembangkan untuk
mengatasi masalah yang dihadapi.
Untuk keperluan bimbingan dan konseling, sejumlah daerah
kajian dalam bidang psikologi perlu dikuasai, yaitu tentang :
a)
Motif dan motivasi
Motif dan motivasi berkenaan dengan dorongan yang menggerakkan seseorang
berperilaku baik motif primer yaitu motif yang didasari oleh kebutuhan asli
yang dimiliki oleh individu semenjak dia lahir, seperti: rasa lapar, bernafas
dan sejenisnya maupun motif sekunder yang terbentuk dari hasil belajar, seperti
rekreasi, memperoleh pengetahuan atau keterampilan tertentu dan sejenisnya.
Selanjutnya motif-motif tersebut tersebut diaktifkan dan digerakkan,baik dari
dalam diri individu (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi
ekstrinsik), menjadi bentuk perilaku instrumental atau aktivitas tertentu yang
mengarah pada suatu tujuan.
b)
Pembawaan dasar dan lingkungan
Pembawaan dan lingkungan berkenaan dengan faktor-faktor yang membentuk
dan mempengaruhi perilaku individu. Pembawaan yaitu segala sesuatu yang dibawa
sejak lahir dan merupakan hasil dari keturunan, yang mencakup aspek
psiko-fisik, seperti struktur otot, warna kulit, golongan darah, bakat,
kecerdasan, atau ciri-ciri-kepribadian tertentu. Pembawaan pada dasarnya
bersifat potensial yang perlu dikembangkan dan untuk mengoptimalkan dan
mewujudkannya bergantung pada lingkungan dimana individu itu berada. Pembawaan
dan lingkungan setiap individu akan berbeda-beda. Ada individu yang memiliki
pembawaan yang tinggi dan ada pula yang sedang atau bahkan rendah.
c)
Perkembangan individu
Perkembangan individu berkenaan dengan proses tumbuh dan berkembangnya
individu yang merentang sejak masa konsepsi (pra natal) hingga akhir hayatnya,
diantaranya meliputi aspek fisik dan psikomotorik, bahasa dan kognitif /kecerdasan,
moral dan sosial.
d)
Belajar
Dalam seluruh proses pendidikan, belajar merupakan kegiatan inti.
Pendidikan sendiri itu dapat diartikan sebagai bantuan perkembangan melalui
kegiatan belajar. Secara psiklogis belajar dapat diartikan sebagai proses
memperoleh perubahan tingkah laku (baik dalam kognitif, afektif, maupun
psikomotor)
e)
Kepribadian
2. Landasan Sosiologis (Sosial dan Budaya)
Landasan sosial budaya merupakan landasan yang dapat
memberikan pemahaman kepada konselor tentang dimensi kesosialan dan dimensi
kebudayaan sebagau faktor yang mempengaruhi terhadap perilaku individu. Kegagalan
dalam memenuhi tuntutan sosial-budaya dapat mengakibatkan tersingkir dari
lingkungannya.
Dalam
proses konseling akan terjadi komunikasi interpersonal antara konselor dengan
klien, yang mungkin antara konselor dengan klien memiliki latar sosial dan
budaya yang berbeda. Pederson dan Prayitno (2003, dalam Azizah, 2012)
mengemukakan lima macam seumber hambatan yang mungkin akan terjadi dalam
komunikasi sosial dan penyesuaian diri antar budaya yaitu :
a)
Perbedaan bahasa
b)
Komunikasi non-verbal
c)
Stereotipe
d)
Kecenderungan menilai
e)
Kecemasan
Agar
komunikasi sosial antara konselor dan klien dapat terjalin harmonis, maka
kelima hambatan komunikasi tersebut perlu idantisipasi.
Terkait dengan layanan bimbingan dan konseling di Indonesia,
Moh. Surya (2006, dalam Azizah, 2012) mengetengahkan tentang tren bimbingan dan
konseling multicultural, bahwa bimbingan dna konseling dengan pendekatan
multicultural sangat teapt untuk lingkungan berbudaya plural seperti Indonesia.
Bimbingan dan konseling dilaksanakan dengan landasan semangat Bhineka Tunggal
Ika, yaitu kesamaan di atas keragaman. Layanan bimbingan dan konseling
hendaknya berpangkal pada nilai-nilai budaya bangsa yang secara nyata mampu
mewujudkan kehidupan yang harmoni dalam kondisi pluralistik.
3. Landasan Pedagogis
Landasan pedagogis dalam layanan bimbingan dan konseling
ditinjau dari tiga segi, yaitu :
a)
Pendidikan sebagai upaya pengembangan individu
Pendidikan adalah upaya memanusiakan
manusia. Tanpa pendidikan, bagi manusia yang telah lahir itu tidak akan mampu
memperkembangkan dimensi ke individualannya, kesosialisasiannya, dan
kberagamannya
b)
Pendidikan sebagai inti drai proses bimbingan konseling
Bimbingan dan konselung mengembangkan
proses belajar yang dijalani oleh klien-kliennya. Kesadaran ini telah tampil sejak
pengembangan gerakan bimbingan dan konseling secara meluas di Amerika Serikat
c)
Pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan bimbingan
dan konseling
Tujuan bimbingan dan
konseling disamping memperkuat tujuan-tujuan pendidikan, juga menunjang proses pendidikan
pada umumnya
4. Landasan Agama
Dalam landasan agama, Bimbingan dan Konseling
diperlukan penekanan pada tiga hal pokok, yaitu :
a) Keyakinan
bahwa manusia dan seluruh alam adalah ciptaan Tuhan
b) Sikap
yang mendorong perkembangan dan perikehidupan manusia berjalan kearah dan
sesuai dengan kaidah-kaidah agama
c) Upaya
yang memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal suasana da
perangkat budauya serta kemasyarakatan yang sesuai dengan kaidah-kaidah agama
untuk membentuk perkembangan dan pemecahan masalah individu
Pemanfaatan unsur-unsur agama hendaknya
dilakukan secara wajar, tidaj dipaksakan dan tepat mennempatkan klien sebagai
seorang yang bebas dan berhak mengambil keputusan sendiri sehingga agama dapat
berperan posited dalam konseling yang dilakukan agama sebagai pedoman hidup
5. Landasan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(IPTEK)
Layanan bimbingan dan konseling merupaka kegiatan
professional yang memilki dasar-dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori
maupun prakteknya. Pengetahuan tentang bimbingan dna konseling disusun secara
logis dan sistematis dengan menggunakan berbagai metode seperti : pengamatan,
wawancara, analisis dokumen, prosedur tes, yang dituangkan dalam bentuk laporan
penelitian, buku teks, dan tulisan-tulisan ilmiah lainnya.
Bimbingan dan konseling merupakan ilmu yang bersifat
“multirefensial”. Beberapa disiplin ilmu lain telah memberikan sumbangan bagi
perkembangan teori dan praktek bimbingan dan konseling, seperti : psikologi,
ilmu pendidikan, statistikm evaluasi, filsafat, sosiologi, antropologi, ilmu
ekonomi, manajemen, ilmu hokum dan agama. Beberapa konsep dari didsplin ilmu
tersebut telah diadopsi untuk kepentingan pengembangan bimbingan dan konseling,
baik dalam pengembangan teori maupun prakteknya,. Pengembangan teori dan
pendekatan bimbingan dan konseling selain dihasilka melalui pemikiran kritis
para ahli, juga dihasilkan melalui berbagai bentuk penelitian.
E. Referensi
Nurihsan, Achmad
Juntika Nurihsan, Dr, M.Pd. (2006) Bimbingan
dan Konseling dalam Berbagai Latar Kehidupan. Bandung : PT. Refika Aditama
Sugianto, Akhmad. (2013). Sejarah Singkat Lahirnya Bimbingan Konseling. [Online]. Diakses dari http://akhmad-sugianto.blogspot.com/2013/10/sejarah-singkat-lahirnya-bimbingan.html
Azizah, Fauziyatul dan Riska N Sari. (2012). Landasan Bimbingan dan Konseling. [Online]. Diakses dari http://ichasugiarto.blogspot.com/2012/02/makalah-landasan-bimbingan-dan.html
Azizah, Fauziyatul dan Riska N Sari. (2012). Landasan Bimbingan dan Konseling. [Online]. Diakses dari http://ichasugiarto.blogspot.com/2012/02/makalah-landasan-bimbingan-dan.html
Syamsu, Yusuf Dr., L.N. dan Dr. A. Juntika Nurihsan. (2009). Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Rosda
TUGAS 2
REVIEW
PRESENTASI
MAKALAH KONSEP
DASAR BIMBINGAN DAN KONSELING
Diajukan
untuk memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan dan Konseling
Dosen Pengampu : 1. Dr. Nani M. Sugandhi, M.Pd
2. Hendri Rismayadi, S.Pd.
2. Hendri Rismayadi, S.Pd.
oleh
:
Rizky
Ayu Aulia NIM 1201707
Departemen Pendidikan Matematika
Fakultas Pendidikan Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pendidikan Indonesia
Bandung
2015
A. Pengertian Bimbingan dan Konseling
1. Pengertian Bimbingan
Bimbingan merupakan terjemahan dari “Guidance”. Guidance
berasal dari akar kata “Guide” yang
secara luas bermakna mengarahkan (to
direct), memandu (to pilot),
mengelola (to manage), menyampaikan (to descript), mendorong (to motivate), membantu mewujudkan (helping to create), member (to giving), bersunguh-sungguh (to commit). Sehigga bila dirangkai dalam
sebuah kalimat konsep, Bimbingan adalah usaha sadar secara demokratis dan
sungguh-sungguh untuk memberikan bantuan dengan menyampapikan arahan, panduan,
dorongan, dan pertimbangan agar yang diberi bantuan mampu mengelola, mewujudkan
apa yang menjadi harapannya.
Menurut Crow dan Crow, bimbingan adalah bantuan yang
diberikan oleh seseorang, laki-laki atau perempuan, yang memiliki kepribadian
yang memadai dan terlatih dengan baik kepada individu-ndividu setiap usia untuk
membnatunya mengatur kegiatan hidupnya sendiri, membuat keputusan sendiri dan
menanggung bebannya sendiri.
Menurut Bimo Walgito, Bimbingan adalah bantuan atau
pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu dalam
menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam kehidupannya, agar
individu atau sekumpulan individu ini dapat mencapai kesejahteraan hidup.
Menurut Prayitno dan Erman Amti, Bimbingan adalah proses
pemberian bantuan yang dilakuka oleh seseorang yang ahli kepada seorang atau
beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja, maupun dewasa agar orang yang
di bimbing dapat mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan mandiri dengan
memanfatkan kekuatan individu dan sarana yang ada dan dapat dikembangkan
berdasarkan norma-norma yang berlaku.
Menurut Abu Ahmadi, Bimbingan adalah bantuan
yang diberikan kepada individu agar denagn potensi yang dimiliki mampu mengembangkan
diri secara optimal dengan jalan memahami duru, memahami lingkungan, mengatasi
hambatan guna menentukan rencana masa depan yang lebih baik.
Menurut Moegiadi, Bimbingan adalah proses
pemberian bantuan atau pertolngan kepada individu dalam hal memahami diri
sendiri, menghubungkan pemahaman tentang dirinya sendiri dengan lingkungan,
memilih, menentukan dan menyusun rencana sesuai dengan konsep dirinya sendiri
dan tuntutan dari lingkungan.
2. Pengertian Konseling
Konseling berasal dari akar kata “counseling”, yang maknanya melingkupi proses (process), hubungan (interaction),
menekankan pada permasalaham yang dihadapi klien (performance, relationship), professional, nasehat (advice, advise, advisable). Sehingga makna
konseling adalah proses interaksi pihak yang profesional dengan pihak yang
bermasalah yang lebih menekankan pada pemberian advice yang advisable.
Menurut C. Patterson, Konseling adalah proses yang melibatkan
hubungan antar pribadi seorang terapis dengan satu atau lebih konselu dimana terapis
menggunakan metode-metode psikologis atas dasar pengetahuan sistematik tentang
kepribadian manusia dalma upaya meningkatkan kesehatan tentang kepribadian
manusia dalam upaya meningkatkan kesehatan mental konseli.
Menurut Edwin C.Lewis, Konseling adalah suatu proses dimana
orang bermasalah dibantu secara pribadi untuk merasa dan berperilaku yang lebih
memuaskan melalui interaksi dengan seseorang yang tidak terlibat yang
menyediakan informasi dan reaksi-reaksi yang merangsang konseli untuk mengembangkan
perilaku-perilaku yang memungkinkan berhubungan secara lebih efektif dengan
dirinya dan lingkungannya.
Menurut Division of Conseling
Psychologi, Konseling adalah suatu proses untuk membantu individu mengatasi
hambatan-hambatan perkembangan dirinya,dan untuk mencapai perkembangan yang
optimal kemampuan pribadi yang dimilikinya ,proses tersebuat dapat terjadi
setiap waktu.
Dari pendapat para ahli disimpulkan bahwa
Konseling itu merupakan suatu bantuan yang diberikan oleh seorang Konselor yang
terlatih pada individu yang mengalami masalah (klien), secara tatap muka, yang
bertujuan agar individu tersebut dapat mengambil keputusan secara mandiri atas
permasalahan yang dihadapinya baik masalah psikologis, sosial, dan lain-lain
dengan harapan dapat memecahkan masalahnya, memahami dirinya, mengarahkan
dirinya sesuai dengan kemampuan dan potensinya sehingga mencapai penyesuaian
diri dengan lingkungannya.
Untuk bahasan selanjutnya dalam tulisan ini, konseli dimaksudkan sebagai siswa dan konselor adalah guru BK.
B. Fungsi Bimbingan dan Konseling
1. Fungsi Pemahaman,
yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang membantu siswa agar memiliki
pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya. Berdasarkan pemahman
ini, siswa diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal, dan
menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.
2. Fungsi
Fasilitasi, yaitu memberikan kemudahan kepada siswa dalam mencapai
pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras, dan seimbang
seluruh aspek dalam diri siswa.
3. Fungsi Penyesuaian,
yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu siswa agar dapat
menyesuaikan diri dengan diri dn lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.
4. Fungsi Penyaluran,
yaitu fungsi bimbingan dan konseling dakam membantu siswa memilih kegiatan
ekstrakulikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir
atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian, dan ciri-ciri
kepribadian lainnya.
5. Fungsi Adaptasi,
yaitu fungsi yang membantu para pelaksana pendidikan, kepala sekolah/Madrasah
dan staf, guru BK untuk menyesuaikan program pendidikan terhadap latar belakang
pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan siswa.
Dengan
menggunakan informasi yang memadai mengenai siswa, guru BK dapat memperlakukan
siswa secara tepat, baik dalam memilih dan menyusun materi Sekolah/Madrasah,
memilih metode dan prose pembelajaran, maupun menyusun bahan pelajaran sesuai
dengan kemampuan dan kecepatan guru BK.
6. Fungsi Pencegahan,
yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya guru BK untuk senantiasa
mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk
mencegahnya, supaya tidak dialami oleh siswa. Melalui fungsi ini, guru BK BK
memberikan bimbingan kepada siswa tentnag cara menghindarkan diri dari
perbuatan atau kegiatan yang mebahayakan dirinya. Adapaun teknik yang dapat
digunakan adalah pelayanan orientasi, informasi dan bimbingan kelompok.
7. Fungsi Perbaikan,
yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu siswa sehingga dapat
memperbaiki kekeliruan dalam berpikir, berperasaan, dan bertindak. Guru BK melakukan
intervensi (memberikan perlakuan) terhadap siswa supaya memiliki pola berpikir
yang sehat, rasional dan memiliki perasaan yang tepat sehingga dapat
mengantarkan mereka kepada tindakan atau kehendak yang produktif dan normatif.
8. Fungsi Penyembuhan,
yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang bersifat kuratif. Fungsi ini
berkaitan erat denagn upaya pemberian bantuan kepada siswa yang telah mengalami
masalah, baik menyangkut aspek pribadisosial, belajar, maupun karier. Teknik yang
dapat digunakan adalah konseling, dan remedial teaching.
9. Fungsi pemeliharaan,
yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu siswa supaya dapat menjaga
diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam dirinya. Fungsi
ini memfasilitasi siswa agar terhindar dari kondisi-kondisi yang akan
menyebabkan penurunan produktivitas diri. Pelaksanaan fungsi ini diwujudkan
melalui program-program yang menarik, rekreatif, dan fakultif (pilihan) sesuai
dengan minat siswa.
10. Fungsi pengembangan, yaitu fungsi
bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih proaktif dari fungsi-fungsi
lainnya, guru BK senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang
kondusif, yang memfasilitasi perkembangan siswa. Guru BK dan personel
sekolah/madrasah lainnya seacar sinergi sebagai teamwork berkolaborasi atau
bekerjasama merencanakan dan melaksanakan program bimbingan secara sistematis
dan berkesenambungan dalam upaya membantu siswa mencapai tugas-tugas
perkembangannya. Teknik bimbingan yang dapat digunakan di sini adalah pelayanan
informasi, tutorial, diskusi kelompok, atau curah pendapat dan karyawisata
C. Prinsip Bimbingan dan Konseling
Prinsip-prinsip
bimbingan dan konseling berasal dari konsep-konsep filosofis tentang
kemanusiaan yang menjadi dasar bagi pemberian pelayanan atau bimbinganm baik di
sekolah/madrasah maupun di luar sekolah/madrasah. Prinsip-prinsip tersebut
adalah :
1. Bimbingan dan Konseling diperuntukkan bagi semua ssiwa
Prinsip
ini berarti bahwa bimbingan diberikan kepada semua siswa, baik yang tidak bermasalah maupun yang bermasalah, baik pria maupun wanita, baik remaja maupun
dewasa. Dalam hal ini pendekatan yang digunakan dalam bimbingan lebih bersifat
preventif dan pengembangan daripada penyembuhan (kuratif), dan lebih diutamakan
teknik kelompok daripada perseorangan.
2. Bimbingan dan konseling sebagai proses individuasi
Setiap
siswa bersifat unik (berbeda satu sama lainnya) dan melalui bimbingan guru BK
dibantu untuk memaksimalkan perkembangan keunikannya tersebut. Prinsip ini juga
berarti bahwa yang menjadi focus sasaran bantuan adalah siswa, meskipun
pelayanan bimbingannya menggunakan teknik kelompok.
3. Bimbingan menekankan hal yang positif
Dalam
kenyataannya, masih ada siswa yang memiliki persepsi yang negative terhadap
bimbingan, karena bimbingan dipandang sebagai satu cara yang menekan aspirasi. Sangat
berbeda dengan pandangan tersebut, bimbingan sebenarnya merupakan proses
bantuan yang menekankan kekuatan dan kesuksesan, karena bimbingan meruapakan
cara untuk membangun pandangan yang positif terhadap diri sendiri, memberikan
dorongan, dan peluang untuk berkembang.
4. Bimbingan dan konseling merupaka usaha bersama
Bimbingan
bukan hanya tugas atau tanggung jawab guru BK, tetapi juga tugas guru-guru dan
kepala sekolah/madrasah sesuai dengan tugas dan peran masing-masing. Mereka bekerja
sebagai teamwork.
5. Pengambilan keputusan merupakan hal yang esensial dalam
bimbingan dan konseling
Bimbingan
diarahkan untuk membantu siswa agar dapat melakukan pilihan dan mengambil
keputusan. Bimbingan mempunyai peranan untuk memberikan infomasi dan nasehat
kepada siswa, yang itu semua sangat penting baginya dalam mengambil keputusan. Kehidupan
siswa diarahkan oleh tujuannya, dan bimbingan memfasilitasi siswa untuk
mempertimbangkan, menyesuaikan diri, dan menyempurnakan tujuan melalui
pengambilan keputusan yang tepat. Tujuan utama bimbingan adalah mengembangkan
kemampuan siswa untuk memecahkan msalahnya dan mengambil keputusan.
6. Bimbingan dan konseling berlangsung dalam berbagai
adegan kehidupan
Pemberian
pelayanan bimbingan tidak hanya berlangsung di sekolah/madrasah, tetapi juga di
lingkungan keluarga, perusahaan/industri, lembaga-lembaga pemerintah/ swasta
dan masyarakat pada umumnya. Bidang pelayanan bimbingan pun bersifat multi aspek,
yaitu meliputi aspek pribadi, sosialm pendidikan dan pekerjaan.
D. Asas Bimbingan dan Konseling
Keterlaksanaan dan
keberhasilan pelayanan bimbingan dan konseling sangat ditentuakn oleh
diwujudkannya asas-asas berikut :
1. Asas Kerahasiaan,
yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakannya segenap data
dan keterangan tentang siswa yang menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau
keterangan yang tidak boleh dan tidak layak untuk diketahui oleh orang lain. Dalam
hal ini, guru pembimbing berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data
dan keterangan itu sehingga kerahasiannya benar-benar terjamin.
2. Asas Kesukarelaan,
yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukaan dan
kerelaan siswa mengikuti/menjalani pelayanan yang diperlukan dirinya. Dalam hal
ini, guru pembimbing berkewajiban membina dan mengembangkan kesukarelaan
tersebut.
3. Asas Keterbukaan,
yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar siswa yang mejadi
sasaran pelayanan bersifat tebuka dan tidak berpura-pura, baik dalam menerima
berbagai informasi dan materi luar yang berguna bagi pengembanagn dirinya. Dalam
hal ini guru pembimbing berkewajiban mengembangkan keterbukaan siswa. Keterbukaan
ini sangat terkait denagn terselenggaranya asas kerahasiaan dan adanya
keukarelaan pada diri siswa yang menjadi sasaran pelayanan.
4. Asas Kegiatan,
yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki siswa yang menjadi sasaran
pelayanan berpartisipasi secara aktif dalam penyelenggaraan pelayanan/kegiatan
bimbingan. Dalam hal ini, guru pembimbing perlu mendorong siswa untuk aktif
dalam setiap kegiatan bimbingan dan konseling yang diepruntukkan baginya.
5. Asas Kemandirian,
yaitu assa bimbingan dna konseling yang menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan
konseling, yakni siswa sebagai sasara kegiatan bimbingan dan konseling
diharapkan menjadi siswa-siswa yang mandiri dengan cirri-ciri mengenal dan
menerima diri sendiri dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan
serta mewujudkan diri sendiri. Guru pembimbing hendaknya mampu mengarahkan
segenap pelayanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakannya bagi
berkembangnya kemandirian siswa.
6. Asas Kekinian,
yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar sasaran kegiatan
bimbingan dan konseling ialah permasalahan siswa dalam kondisinya sekarang.
7. Asas Kedinamisan,
yaitu asas bimbingan dan konseling yang mengehndaki agar isi pelayanan terhadap
sasaran pelayanan yang sama hendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan
terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya
dari waktu ke waktu.
8. Asas Keterpaduan,
yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar berbagai pelayanan dna
kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing
maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk ini kerja sama
antara guru pembimbing dan pihak-pihak yang berperan dalam penyelenggaraan
pelayanan bimbingan dan konsleing perlu terus dikembangkan.
9. Asas Keharmonisan,
yaitu asas bimbingan dan konsleing yang menghendaki agar segenap pelayanan dan
kegiatan bimbingan dna konseling didasarkan pada dan tidak boleh bertentangan
dengan nilai dan norma yang ada. Lebih jauh, pelayanan dan kegiatan bimbingan
dan konseling justru harus dapat meningkatkan kemmapuan konslei memahami,
menghayati dan mengamalkan nilai dan norma tersebut
10. Asas Keahlian, yaitu asas bimbingan dan
konseling yang menghendaki agar pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling
diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah profesional
11. Asas Alih Tangan Kasus, yaitu asas bimbingan
dan konseling yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak yang tidak mampu
menyelenggarakan pelayanan bimbingna dan konseling secara tepat dan tuntas atas
suatu permasalahan siswa mengalihtangankan permasalahan itu kepada pihak yang
lebih ahli.
E. Ruang Lingkup Bimbingan dan Konseling
Pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah atau
madrasah memiliki ruang lingkup yang cukup luas. Ruang lingkup tersebut dapat
ditinjau dari berbagai segi, yaitu segi fungsi, sasaran, pelayanan, dan
masalah.
1. Segi Fungsi
Ditinjau dari segi fungsi, ruang lingkup pelayanan
bimbingan dan konseling di sekolah atau madrasah berfungsi untuk: (1)
pencegahan, (2) pemahaman, (3) pengentasan, (4) pemeliharaan, (5) penyaluran,
(6) penyesuaian, (7) pengembangan, dan (8) perbaikan.
2. Segi Sasaran
Ditinjau dari segi sasaran, ruang lingkup pelayanan bimbingan dan konseling
di sekolah atau madrasah diperuntukkan bagi semua siswa dengan tujuan agar
siswa secara individual mencapai perkembangan yang optimal melalui kemampuan
pengungkapan-pengenalan-penerimaan diri dan lingkungan, pengambilan
keputusan,pengarahan diri, dan perwujudan diri. Dalam hal tertentu, sesuai
dengan permasalahan yang dihadapi siswa, akan terdapat prioritas dalam sasaran
bimbingan dan konseling tersebut.
3. Segi Pelayanan
Ditinjau dari segi pelayanan yang diberikan di sekolah, ruang lingkup
pelayanan bimbingan dan konseling mencakup pelayanan-pelayanan sebagai berikut:
a) Pelayanan orientasi, yaitu pelayanan
bimbingan dan konseling yang memungkinkan siswa untuk memahami lingkungan
(sekolah) yang baru dimasukinya. Sehingga dapat mempermudah dan memperlancar
berperannya siswa dilingkungan yang baru itu.
b) Pelayanan informasi, yaitu pelayanan
bimbingan dan konseling yang memungkinkan siswa untuk menerima dan memahami
berbagai informasi yang dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan
pengambilan keputusan untuk kepentingan siswa. Informasi tersebut dapat berupa
informasi pendidikan, informasi jabatan, dan lain sebagainya.
c) Pelayanan penempatan dan penyaluran, yaitu
pelayanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan siswa untuk memperoleh
penempatan dan penyaluran yang tepat. Penempatan dan penyaluran tersebut dapat
berupa penempatan dan penyaluran di dalam kelas, kelompok belajar, program
pelatihan, magang, kegiatan ekstrakurikuler yang sesuai dengan potensi, bakat,
dan minat, serta kondisi pribadinya.
d) Pelayanan pembelajaran, yaitu pelayanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan
siswa untuk mengembangkan diri berkenaan dengan sikap dan kebiasaan belajar
yang baik, materi belajar yang cocok dengan kecepatan dan kesulitan belajarnya,
serta berbagai aspek dan tujuan belajarnya.
e) Pelayanan konseling perorangan, yaitu
pelayanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan siswa untuk mendapatkan
pelayanan secara langsung tatap muka (secara perorangan) dengan guru pembimbing
dalam rangka pembahasan dan pengentasan permasalahan pribadi yang dialaminya.
f) Pelayanan bimbingan kelompok, yaitu
pelayanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan sejumlah siswa secara
bersama-sama melalui dinamika kelompok membahas pokok bahasan tertentu yang
berguna untuk menunjang pemahaman dan kehidupannya sehari-hari dan/atau untuk
perkembangan dirinya baik sebagai individu maupun sebagai pelajar, dan untuk
pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan/atau tindakan tertentu.
g) Pelayanan konseling kelompok, yaitu
pelayanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan siswa memperoleh kesempatan
untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika
kelompok, masalah yang dibahas itu adalah masalah-masalah pribadia yang dialami
masing-masing anggota kelompok.
h) Aplikasi instrumentasi bimbingan dan
konseling, yaitu kegiatan pendukung pelayanan bimbingan dan konseling untuk
mengumpulkan seluruh data dan keterangan tentang siswa. Pengumpulan data ini
dapat dilakukan dengan berbagai instrumen, baik tes maupun non tes.
i)
Penyelenggaraan
himpunan data, yaitu kegiatan pendukung pelayanan bimbingan dan konseling untuk
menghimpun seluruh data dan keterangan yang relevan dengan keperluan
perkembangan siswa. Himpunan data perlu dilaksanakan secara berkesinambungan,
sistematik, komprehensif, terpadu, dan sifatnya tertutup.
j)
Konferensi
kasus, yaitu kegiatan pendukung pelayanan bimbingan dan konseling untuk
membahas permasalahan yang dialami oleh siswa dalam suatu forum pertemuan yang
dihadiri oleh berbagai pihak yang diharapkan dapat memberikan bahan,
keterangan, kemudahan, dan komitmen bagi terselesaikannya permasalahan
tersebut. Pertemuan ini bersifat terbatas dan tertutup.
k) Kunjungan rumah, yaitu kegiatan pendukung
pelayanan bimbingan dan konseling untuk memperoleh data, keterangan, kemudahan,
dan komitmen bagi terselesaikannya permasalahan siswa melalui kunjungan ke
rumahnya. Kegiatan ini memerlukan kerjasama dari orang tua dan anggota keluarga
lainnya.
l)
Alih
tangan kasus, yaitu kegiatan pendukung pelayanan bimbingan dan konseling untuk
mendapatkan penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas masalah yang dialami
siswa dengan memindahkan penanganan kasus dari satu pihak ke pihak lain.
4. Segi Masalah
Ditinjau dari segi penanganan masalah, ruang lingkup pelayanan bimbingan
dan konseling di sekolah atau madrasah mencakup 4 bidang, yaitu bimbingan
pribadi, bimbingan sosial, bimbingan belajar, dan bimbingan karir.
a) Bimbingan pribadi
Dalam bidang bimbingan pribadi, pelayanan bimbingan dan konseling lebih
diarahkan untuk membantu siswa menemukan dan mengembangkan pribadi yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mantap dan mandiri, serta sehat
jasmani dan rohani. Bidang ini dapat dirinci menjadi pokok-pokok sebagai
berikut:
(1) Pemantapan sikap dan kebiasaan serta
pengembangan wawasan dalam beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
(2) Pemantapan pemahaman tentang kekuatan diri
dan pengembangannya untuk kegiatan-kegiatan yang produktif.
(3) Pemantapan pemahaman tentang bakat dan minat
pribadi serta penyaluran dan pengembangannya melalui kegiatan-kegiatan yang
kreatif dan produktif.
(4) Pemantapan pemahaman tentang kelemahan
diri dan usaha-usaha penanggulangannya.
(5) Pemantapan kemampuan pengambilan
keputusan.
(6) Pemantapan kemampuan mengarahkan diri
sesuai dengan keputusan yang sudah diambilnya.
(7) Pemantapan dalam perencanaan dan
penyelenggaraan hidup sehat, baik secara jasmani maupun rohani.
b) Bimbingan sosial
Dalam bidang bimbingan sosial, pelayanan bimbingan dan konseling dilakukan
dengan tujuan untuk membantu siswa mengenal dan berhubungan dengan lingkungan
sosialnya. Bidang ini dapat dirinci menjadi pokok-pokok sebagai berikut:
(1) Pemantapan kemampuan berkomunikasi, baik
melaui ragam lisan maupun tulisan secara efektif.
(2) Pemantapan kemampuan menerima dan
menyampaikan pendapat serta berargumen secara dinamis, kreatif, dan produktif.
(3) Pemantapan kemampuan bertingkah laku dan
berhubungan sosial , baik di sekolah, di rumah, maupun di masyarakat luas.
(4) Pemantapan hubungan yang harmonis, dinamis
dan produktif dengan teman sebaya.
(5) Pemantapan pemahaman kondisi dan peraturan
sekolah, seta upaya pelaksanaannya secara dinamis dan bertanggung jawab.
(6) Orientasi tentang hidup berkeluarga.
c) Bimbingan belajar
Dalam bidang bimbingan belajar, pelayanan bimbingan dan konseling bertujuan
membantu dan mengembangkan diri, sikap, dan kebiasaan belajar yang baik untuk
menuasai pengetahuan dan keterampilan serta menyiapkannya melanjutkan
pendidikan yang lebih tinggi. Bidang ini dapat dirinci menjadi pokok-pokok
sebagai berikut:
(1) Pemantapan sikap dann kebiasaan belajar
yang efektif dan efisien serta produktif, baik dalam mencari informasi dari
berbagai sumber belajar, bersikap terhadap guru, melaksanakan tugas-tugas
pelajaran, dan menjalani program penilaiaan hasil belajar.
(2) Pemantapan disiplin belajar dan berlatih,
baik secara mandiri maupun berkelompok.
(3) Pemantapan penguasaan program belajar di
sekolah menengah umum sesuai dengan perkembangan ilmu, teknologi, dan kesenian.
(4) Pemantapan pemahaman dan pemanfaatan
kondisi fisik, sosial, dan budaya yang ada di sekolah, lingkungan sekitar, dan
masyarakat untuk pengembangan pengetahuan dan kemampuan serta pengembangan
pribadi.
(5) Orientasi belajar di sekolah
sambungan/perguruan tinggi.
d) Bimbingan karir
Dalam bimbingan bidang karir, pelayanan bimbingan dan konseling bertujuan
membantu siswa merencanakan dan mengembangkan masa depan karir. Bidang ini
dapat dirinci menjadi pokok-pokok sebagai berikuit:
(1) Pemantapan pemahaman diri berkenaan dengan
kecenderungan karir yang hendak dikembangkan.
(2) Pemantapan orientasi dan informasi karir
pada umumnya, khususnya karier yang hendak dikembangkan.
(3) Orientasi dan informasi terhadap dunia
kerja dan usaha memperoleh penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup.
(4) Orientasi dan informasi terhadap
pendidikan yang lebih tinggi, khususnya sesuai dengan karir yang hendak
dikembangkan.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK) juga berdampak pada pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah atau
madrasah. Perkembangan tersebut memunculkan berbagai permasalahan baru sehingga
upaya pemecahannya pun memerlukan pendekatan dan cara-cara yang baru pula. Dampak
langsung perkembangan IPTEK terhadap pelayanan bimbingan dan konseling adalah
perlunya penyesuaian-penyesuaian dalam lingkup pelayanan.
F.
Kaitan antara Bimbingan dan Konseling
dengan Kurikulum 2013
Peran guru BK
dalami mplemetasi kurikulum 2013 akan semakin penting, pasalnya di tingkat SMA
sederajat penjurusan ditiadakan, diganti dengan kelompok peminatan. Dengan adanya
program kelompok peminatan, maka peran dan tugas guru BK semakin besar. Karena sejak
awal masuk, siswa harus diarahkan sesuai dengan bakat, minat, dan kecenderungan
pilihannya.
Oleh karena itu, dalam rangka implementasi
kurikulum 2013, Kemendikbud melalui Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Pendidikan dan Kebudayaan dan Penjaminan Mutu Pendidikan (BPSDMPK dan PMP)
telah melaksanakan berbagai pelatihan pelayanan bimbingan dan konseling bagi
para guru BK, kepala sekolah, dan pengawas sekolah diberbagai tempat.
Hal penting dari keseluruhan materi pelatihan ini
adalah adanya penegsan bahwa layanan bimbingan dan konseling sebagai bagian
yang tak terpisahkan dari sistem pendidikan, yang berupaya melayani dan memberi
bantuan dukungan perkembangan dan pengentasan masalah agar peserta didik
berkembang secara optimal, mandiri dan bahagia.
Dengan disertakannya bimbingan dan konseling di
kurikulum 2013 berarti guru bimbingan dan konseling mendapatkan posisi yang
setara dan sama pentingnya dengan guru mata pelajaran lainnya, yang pada
kurikulum sebelumnya layanan BK hanya sebatas bagian dari kegiatan pengembangan
diri saja.
Adapun tugas khusus guru BK dalam pelayanan BK
pada Kurikulum 2013 antara lain:
1. Di SMP/MTs, guru BK harus membantu siswa
dalam memilih mata pelajaran yang harus dipelajari dan diikuti selama
pendidikan dan menyiapkan pilihan studi lanjutan.
2. Di SMA/MA dan SMK, guru BK harus membantu
siswa dalam memilih dan menentukan:
a) Arah peminatan kelompok mata pelajaran
b) Arah pengembangan karir
c) Menyiapkan diri serta memilih pendidikan
lanjutan ke perguruan tinggi sesuai dengan kemampuan dasar, umum, bakat, minat,
dan kecerdasan pilihan masing-masing siswa.
G. Referensi
Direktorat Jenderal
Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan
Nasional. (2007). Rambu-rambu Pemnyelenggaraan
Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. Jakarta : Depdiknas.
Syamsu, Yusuf Dr., L.N. dan Dr. A. Juntika Nurihsan. (2009).
Landasan Bimbingan dan Konseling.
Bandung: Rosda
-. (2012). Konsep Dasar Bimbingan dan Konseling. [Online]. Diakses dari https://ayahalby.files.wordpress.com/2012/10/modul-bimbingan-konseling-badar.pdf
Sudrajat,
Akhmad. (2014). Pelatihan
BK Dalam Kurikulum 2013.
[Online]. Diakses dari
https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2014/08/14/download-materi-pelatihan-bk-dalam-kurikulum-2013/
TUGAS 3
REVIEW
PRESENTASI
MAKALAH KOMPONEN
BIMBINGAN DAN KONSELING
Diajukan
untuk memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan dan Konseling
Dosen
Pengampu : 1. Dr. Nani M. Sugandhi, M.Pd.
2. Hendri Rismayadi, S.Pd.
oleh
:
Rizky
Ayu Aulia NIM 1201707
Departemen Pendidikan Matematika
Fakultas Pendidikan Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pendidikan Indonesia
Bandung
2015
A.
KOMPONEN PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING
Dalam buku
Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan Layanan BK dalam Konseling
dalam Jalur Pendidikan Formal (Depdiknas, 2007) dijelaskan bahwa program BK
mengandung empat komponen pelayanan, yaitu : (1) pelayanan dasar; (2) pelayanan
perencanaan individual; (3) pelayanan responsif; dan (4) dukungan sistem.
Adapun pengertian tiap-tiap komponen pelayanan tersebut sebagai berikut :
1.
Pelayanan
Dasar
a) Pengertian
Pelayanan dasar diartikan sebagai proses pemberian
bantuan kepada seluruh siswa melalui kegiatan penyiapan pengalaman terstruktur
secara klasikal atau kelompok yang disajikan secara sistematis dalam rangka
mengembangkan perilaku jangka panjang sesuai dengan tahap dan tugas-tugas
perkembangan yang dituangkan sebagai standar kompetensi kemandirian yang
diperlukan dalam pengembangan kemampuan memilih dan mengambil keputusan dalam
menjalani kehidupannya. Di Amerika Serikat, istilah pelayanan dasar lebih
populer dengan sebutan kurikulum bimbingan (guidance curicculum). Tidak jauh
berbeda dengan pelayanan dasar, kurikulum bimbingan ini diharapkan dapat
memfasilitasi peningkatan pengetahuan, sikap dan keterampilan tertentu dalam
diri siswa yang tepat dan sesuia dengan tahapa perkembangannya. (Browers &
Hatch, 2000)
Penggunan instrumen asesmen perkembangan dan
kegiatan tatap muka terjadwal di kelas sangat diperlukan untuk mendukung
implementasi komponen ini. Asesmen kebutuhan diperlukan untuk dijadikan
landasan pengembangan pengalaman terstruktur yang disebutkan.
b) Tujuan
Pelayanan ini bertujuan untuk membantu semua siswa
agar memperoleh perkembangan yang normal, memiliki mental yang sehat, dan
memperoleh keterampilan dasar hidupnya, atau denagn kata lain membantu siswa
agar mereka dapat mencapai tugas-tugas perkembangannya. Seacar rinci, tujuan
pelayanan ini dapat dirumuskan sebagai upaya untuk membantu siswa agar : (1)
memiliki kesadaran/ pemahaman tentang diri dan lingkungannya; (2) mampu
mengembangjan keterampilan untuk mengidentifikasi tanggung jawab atau
seperangkat tingkah laku yang layak bagi penyesuaian diri dengan lingkungannya;
(3) mampu menangani atau memenuhi kebutuhan dan masalahnya, dan; (4) mampu
mengembangkan dirinya dalam rangka mencapai tujuan hidupnya
c) Fokus
Pengembangan
Untuk mencapai tujuan tersebut, fokus perileku
yang dikembangkan menyangkut aspek-aspek pribadi, sosialm belajar dan karir.
Semua ini berkaitan erat denga upaya membantu siswa dalam mencapai tugas-tugas
perkembanagnnya (sebagai standar kompetensi kemandirian). Materi pelayanan
dasar dirumuskan dan dikemas atas dasar standar kompetensi kemandirian antara
lain mencakup pengembangan: (1) self-esteem; (2) motivasi berprestasi; (3)
keterampilan pengambilan keputusan; (4) keterampilan pemecahan masalah; (5)
keterampilan hubungan pribadi atau berkomunikasi; (6) penyadaran keragaman
budaya; dan (7) perilau bertanggung jawab.
Hal-hal yang terkait denagn perkembangan karir
terutama di tingkat SLTP/SLTA mencakup perkembangan : (1) fungsi agama bagi
kehidupan; (2) pemantapan pilihan program studi; (3) keterampilan kerja
profesional; (4) kesiapan pribadi dalam mengahadi pekerjaan; (5) perkembangan
dunia kerja; (7) cara melamar pekerjaan; (8) kasus-kasus kriminalitas; (9)
bahayanya perkelahian masal/tawuran; dan (10) dampak pergaulan bebas
2.
Pelayanan Responsif
a) Pengertian
Pelayanan
responsive merupakan pemberian bantuan kepada siswa yang menghadapi kebutuhan
dan masalah yang memerlukan pertolongan dengan segera, sebab jika tidak segera
dibantu dapat menimbulkan gangguan dalam proses pencapaian tugas-tigas
perkembangan. Konseling individual, konseling krisis, konsultasi dengan
orangtua, guru, dan alih tangan kepada ahli lain adalah ragam bantuan yang
dapat dilakukan dalam pelayanan responsive.
b) Tujuan
Tujuan pelayanan
responsif adalah membantu siswa agar dapat memenuhi kebutuhannya dan
memecahkan masalah yang dilaminya atau membantu siswa yang mengalami hambatan,
kegagalan dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Tujuan pelayanan ini
dapat juga dikemukakan sebagai upaya untuk mengintervesi masalah-masalah atau
kepedulian pribadi siswa yang muncul segera dan dirasakan saat itu, berkenaan
dngan maslaah sosial-pribadi, karir, dan atau masalah pengembangan pendidikan.
c) Fokus Pengembangan
Fokus pelayanan
responsif bergantung kepada masalah atau kebutuhan siswa. Masalah
dan kebutuhan siswa berkaitan dengan keinginan untuk memahami sesuatu hal
karena dipandang penting bagi perkembangan dirinya secara positif. Kebutuhan
ini seperti kebutuhan untuk memperoleh informasi antara lain tentag pilihan
karir dan program studi, sumber-sumber belajar, bahaya obat terlarang, minuman
keras, narkotika, pergaulan bebas.
Masalah lainnya
adalah yang berkaitan dengan berbagai hal yang dirasakan menganggu kenyamanan
hidup atau menghambat perkembanagn diri siswa, karena tidak terpenuhi kebutuhannya,
atau gagal dalam mencapai tugas-tugas perkembanagn. Masalah siswa pada umumnya
tidak mudah diketahui secara langsung tetapi dapat dipahami melalui
gejala-gejala perilaku yang ditampilkannya.
Masalah (gejala
perilaku bermasalah) yang mungkin dialami siswa diantaranya : (1) merasa cemas
tentang masa depan; (2) merasa rendah diri; (3) berperilaku impulsif (kekanak-kanakan
atau melakukan sesuatu tanpa mempertimbangkannya secara matang; (4) membolos
dari sekolah/madrasah; (5) malas belajar; (6) kurang memiliki kebiasaan belajar
yang positif; (7) kurang bisa bergaul; (8) prestasi belajar rendah; (9) malas
beribadah; (10) masalah pergaulan bebas; (11) masalah tawuran; (12) manajemen
stress; dan (13) masalah dalam keularga.
Untuk memahami
kebutuhan dan masalah siswa dapat ditempuh dengan cara asesmen dan analisis
perkembangan siswa, dengan menggunakna berbagai teknik. Misalnya inventori
tugas-tugas perkembangan, angket siswa, wawancara, observasi, sosiometri,
daftar hadir siswa, leger, psikotes, dan daftar masalah siswa atau alat ungkap
masalah (AUM).
3.
Perencanaan Individual
a) Pengertian
Perencanaan
individual diartikan sebagai bantuan kepada siswa agar mampu merumuskandan
melakukan aktivitas yang berkaitan denagn perencanaan masa depan berdasarkan pemahamna
akan kelebihandan kekurangan dirinya, serta pemahaman akan peluang dan
kesempatan yang tersedia di lingkungannya. Pemahaman siswa secara mendalam
dengan segala karakteristiknya, penafsiran asesmen. Dan penyediaan informasi
yang akurat sesuai dengan peluang dan potensi yang dimiliki siswa amat
diperlukan sehingga siswa mampu memilih dan mengambil keputusan yang tepat di
dalam mengembangkan potensinya secara optimal, termasuk keberbakatan dan
kebutuhan khusus siswa. Kegiatan orientasi, informasi, konseling, individual,
rujukan, kolaborasi, dan advokasi diperlukan di dalam implementasi pelayanan
ini.
b) Tujuan
Perencanaan
individual bertujuan untuk membantu siswa agar : (1) memiliki pemahaman
tenatnag diri dan lingkungannya; (2) mampu merumuskan tujuan, perencanaan, atau
pengelolaan terhadap perkembanagn dirinya, baik menyangkut aspek pribadi,
sosial, belajar, maupun karir; dan (3) dapat melakukan kegiatan berdasarkan
pemahaman, tujuan, dan rencana yang telah dirumuskannya.
Tujuan perencanaan
individual ini dapat juga dirumuskan sebagia upaya memfasilitasi siswa untuk
merencanakan, memonitor, dan mengelola rencana pendidikan, karir, dan
pengembangan sosial-pribadi oleh dirinya sendiri. Isi layanan perencanaan
individual adalah hal-hal yang menjadi kebutuhan siswa utnuk memahami secara
khusus tentang perkembanagn dirinya sendiri. Denagn demikian, meskipun
perencanaan individual ditujukkan untuk memandu seluruh siswa, pelayanan yang
diberikan lebih bersifat individual karena didasarkan atas perencanaan, tujuan
dan keputusan yang ditentukan oleh masing-masing siswa.
Melalui pelayanan
perencanaan individual, siswa diharapkan dapat :
1) Mempersiapkan diri untuk mengikuti pendidikan lanjutan,
merencanakan karir, dan mengembangkan kemampuan sosial-pribadi, yang didasarkan
atas pengetahuan akan dirinya, informasi tenatng sekolah/madrasah, dunia kerja,
dan masyarakat
2) Menganalisis kekuatan dan kelemahan akan dirinya dalma
rangka pencapaian tujuannya
3) Mengukur tingkat pencaapaian tujuan dirinya
4) Mengambil keputusan yang merefleksikan perencanaan
dirinya
5) Fokus pengembangan
Fokus pelayanan
perencanaan individual berkaitan erat denagn pengembanagn aspek akademik,
karir, dan sosial-pribadi. Secara rinci, cakupan focus tersebut antara lain
mencakup pengembangan aspek : (1) akademik meliputi memanfaatkan keterampilan
belajar, melakukan pemilihan pendidikan lanjutan atau pilihan jurusan, memilih
kursus atau pelajaran tambahan yang tepat, dan memahami nilai belajar sepanjang
hayat; (2) karir meliputi mengeksplorasi peluang-peluang karir, mengeksplorasi
latihan-latihan pekerjaan, memahami kebutuhan untuk kebiasaan bekerja yang
positif; dan (3) sosial-pribadi meliputi pengembangan konsep diri yang positif,
dan pengembangan keterampilan sosial yang efektif.
4.
Dukungan sistem
Dukungan
sistem merupakan komponen pelayanan dan kegiatan manjemen, tata kerja,
infrastruktur (misalnya teknologi informasi dan komunikasi), dan pengembangan
kemampuan professional guru BK secara berkelanjutan, yang secara tidak langsung
memberikan bantuan kepada siswa atau memfasilitasi kelancaran perkembangan
siswa.
Program ini memberikan
dukungan kepada guru BK dalam memperlancar penyelenggaraan pelayanan di atas.
Sedangkan bagi personel pendidik lainnya adalah untuk memperlancar
penyelenggaraan program pendidikan di Srkolah/Madrasah. Dukungan sistem ini
meliputi aspek-aspek: (a) pengembangan jejaring (networking); (b) kegiatan
manajemen; (c) riset dan pengembangan.
a)
Pengembangan jejaring (networking)
Pengembanagn jejaring
menyangkut kegiatan guru BK yang meliputi; (1) konsultasi dengan guru-guru; (2)
menyelenggarakan program kerjasama dengan orang tua atau masyarakat; (3)
berpartisipasi dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan-kegiatan
sekolah/madrasah; (4) bekerjasama dengan personel sekolah/madrasah yang
kondusif bagi perkembangan siswa; (5) melakukan penelitian tentang
masalah-masalah yang berkaitan erat dengan bimbingan dan konseling; dan (6)
melakukan kerjasama atau kolaborasi dengan ahli lain yang terkait denagn
pelayanan bimbingan dan konseling
b)
Kegiatan manjemen
Kegiatan manajemen
merupakan berbagai upaya untuk memantapkan, memeliharam dan meningkatkan mutu
program bimbingan dan konseling melalui kegiatan-kegiatan: (1) pengembnagan
program; (2) penegmbangan staf; (3) pemanfaatan sumber daya; dan (4) pengembangan
penataan kebijakan.
1)
Pengembangan Profesionalitas
Guru BK secara
terus menerus berusaha memutakhirkan pengetahuan dan keterampilannya melalui:
(a) in-service training; (b) aktif dalam organisasi profesi; (c) aktif dalam
kegiatan-kegiatan ilmiah; dan (d) melanjutkan studi ke program yang lebih
tinggi
2)
Pemberian Konsultasi dan Berkolaborasi
Guru BK perlu
melakukan konsultasi dan kolaborasi dengan guru, orang tua, staf
sekolah/madrasah lainnya, dan pihak institusi di luar sekolah/madrasah untuk
memperoleh informasi, dan umpan balik tenatng pealyanan bantuan yang telah
diberikannya kepada para siswa, menciptakan lingkungan sekolah/madrasah yang
kondusif bagi perkembangan siswa, melakukan referral, serta meningkatkan
kualitas program bimbingan dan konseling.
3)
Manajemen Program
Suatu program pelayanan
bimbingan dan konseling tidak mungkin akan terselenggara dan teracapai bila
tidak memilki suatu sistem pengelolaan/ manajemen yang bermutu, dalam arti
dilakukan secara jelas, sistematis, dan terarah.
Keempat komponen
pelayanan BK yang meliputi pelayanan dasar, pelayanan responsif, perencanaan
individual, dan dukungan sistem dapat digambarkan dalam bentuk matriks
sederhana berikut :
Setelah
komponen-komponen utama pelayanan dipahami hakikat, tujuan dan fokus
pengembangannya, yang penting untuk dideskripsikan lebih lanjut adalah
keterkaitan antara komponen denagn strategi pelayanan yang akan digunakan.
Keterkaitan antara keduanya menjadi satu kerangka utug program yang memberikan
landasan bagi guru BK tentang bagaimana cara menggerakan suatu program atau
layanan BK.
Strategi pelayanan untuk masing-masing komponen program dapat dijelaskan
sebagai berikut :
1.
Pelayanan Dasar
a) Bimbingan kelas
Program yang
dirancang menuntut guru BK untuk melakukan kontak langsung dengan para siswa di
kelas. Secara terjadwal, guru BK memberikan pelayanan bimbingan kepada siswa.
Kegiatan bimbingan kelas ini dapat berupa diskusi kelas atau brain stroming
(curah pendapat).
b) Pelayanan orientasi
Pelayanan ini
merupakan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa dapat memahami dan
menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, terutama lingkungan sekolah/madrasah,
untuk mempermudah atau memperlancar berperannya mereka di lingkungan baru
tersebut.
c) Pelayanan informasi
Yaitu pemberian
informasi tentang berbagai hal yang dipandang bermanfaar bagi siswa melalui
komunikasi langsung, maupun tidak langsung
d) Bimbingan kelompok
Guru BK memberikan
pelayanan bimbingan kepada siswa melalui kelompok-kelompok kecil (5-10 orang).
Bimbingan ini ditujikan untuk merespon kebutuhan dan minat siswa. Topik yang
didiskusikan dalam bimbingan kelompok ini adalah masalah yang bersifat umum dan
tidak rahasia.
e) Pelayanan pengumpulan data
Merupakan kegiatan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang siswa, dan lingkungan siswa.
Pengumpulan data ini dapat dilakuak denagn berbagai instrumen, baik tes maupun
nontes
2.
Pelayanan responsif
a) Konseling individual dan kelompok
Pemberian pelayanan
konselinh ini ditujukan untuk membantu siswa yang mngalami kesulitan, mengalami
hambatan dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya. Melalui konseling, siswa
dibantu untuk mengidentifikasi masalah, penemuan alternatif pemecahan masalah,
dan pengambilan keputusan secara lebih tepat. Konseling ini dapat dilakukan
secara individual maupun kelompok.
b) Referal (rujukan atau alih tangan)
Apabila guru BK
merasa kurang memilki kemampuan untuk menangani masalah siswa, maka sebaiknya
guru BK mereferal atau mengalihtangankan siswa kpeada guru lain yang lebih
berwenang, seperti psikolog, psikiater, dokter dan kepolisian. Siswa yang
sebaiknya direferal adalah mereka yang memiliki masalah, seperti depresi,
tindak kejahatan, kecaanduan narkoba, dan penyakit kronis.
c) Kolaborasi dengan Guru Mata Pelajaran atau Wali Kelas
Guru BK
berkolaborasi dengan guru fan wali kelas dalam rangka memperoleh informasi
tentang siswa, membantu memecahkan masalah siswa, dan mengidentifikasi
aspek-aspek bimbingan yang dapat dilakukan oleh guru mata pelajaran.
d) Kolaborasi dengan Orang Tua
Guru BK perlu
melakukan kerjasama dengan para orang tua siswa. Kerjasama ini penting agar
proses bimbingan terhadap siswa tidak hanya berlangsung di Sekolah/Madrasah,
tetapi juga oleh orang tua di rumah. Melalui kerjasama ini memumngkinkan
terjadinya saling memberikan informasi, pengertian, dan tukar pikiran antar
guru BK dan orang tua dalam upaya mengembangkan potensi siswa atau memecahkan
masalah yang mungkin dihadapi siswa.
e) Kolaborasi dengan pihak-pihak terkait di luar
Sekolah/Madrasah
Yaitu berkaitan
denagn upaya Sekolah/Madrasah untuk menjalin kerjasama dengan unsure-unsur
masyarakat yang dipandang relevan denagn peningkatan mutu pelayanan bimbingan. Jalinan kerjasama ini seperti dengan
pihak-pihak: (1) instansi pemerintah; (2) instansi swasta; (3) organisasi
profesi; (4) para ahli dalam bidang tertentu yang terkait; (5) MGMP (Musyawarah
Guru Mata Pembimbing); (6) Depnaker (dalam rangka analisis bursa kerja/lapangan
pekerjaan)
f) Konsultasi
Guru BK menerima
layanan konsultasi bagi guru, orang tua, atau pihak pimpinan sekolah/madrasah
yang terkait denagn upaya membangun kesamaan persepsi dalam memberikan
bimbingan kepada para siswa, menciptakan lingkungan sekolah/madrasah yang
kondusif bagi siswa, melakukan referal, dan meningkatkan kualitas program
bimbingan dan konseling.
g) Bimbingan Teman Sebaya
Bimbingan teman
sebaya ini adalah bimbingan yang dilakukan oleh siswa terhadap siswa lainnya. Siswa
yang menjadi pembimbing sebelumnya diberikan latihan atau pembinaan oleh guru
BK. Siswa yang menjadi berfungsi sebagai mentor atau tutor yang membantu siswa
lain dalam memcahkan masalah yang dihadapinya, baik akademik maupun
non-akademik. Disamping itu, juga berfungsi sebagai mediator yang membantu guru
BK dengan cara memberikan informasi tentang kondisi, perkembangan, atau masalah
siswa yang perlu mendapat pelayanan bantuan bimbingan atau konseling.
h) Konferensi Kasus
Yaitu kegiatan
untuk membantu permasalahan siswa dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh
pihak-pihak yang dapat memberikan keterangan, kemudahan dan komitmen bagi
terentaskannya permasalahan siswa itu. Pertemuan konferensi kasus ini bersifat
terbatas dan tertutup.
i) Kunjungan Rumah
Yaitu kegiatan
untuk memperoleh data atau keterangan tentang siswa tertentu yang sednaf
ditangani, dalam upaya mengentaskan masalahnya, melalui kunjungan ke rumahnya.
3.
Perencanaan Individual
Guru BK membantu siswa
menganalisis kekuatan dan kelemahan dirinya berdasarkan data atu informasi yang
diperoleh, yaitu yang menyangkut pencapaian tugas-tugas perkembanagn, atau
aspek-aspek pribadi, sosial, belajar, dan karier. Melalui kegiatan penilaian
diri ini, siswa akan memiliki pemahaman, penerimaan, dan pengarahan dirinya
secara positif dan konstruktivis. Pelayanan perencanaan individual ini dapat
dilakukan juga melalui pelayanan penempatan (penjurusan dan penyaluran) untuk
membentuk siswa menempati posisi yang sesuai dengan bakat dan minatnya.
Siswa menggunakan
informasi tentang pribadi, sosialm pendidikan dan karir yang diperolehnya untuk
: (1) merumuskan tujuan dan merencanakan kegiatan yang menunjang pengembangan
dirinya, atau kegiatan yang berfungsi untuk memperbaiki kelemahan dirinya; (2)
melakukan kegiatan yang sesuai denagn tujuan atau perencanaan yang telah
ditetapkan, dan; (3) mengevaluasi kegiatan yang telah dilakukannya.
4.
Dukungan Sistem
a) Pengembangan Profesi
Guru BK secara
terus menerus berusaha untuk “meng-update’ pengetahuan dan keterampilannya
melalui : (1) in-service training; (2) aktif dalam organisasi profesi; (3)
aktif dalam kegiatan-kegiatan ilmiah, atau; (4) melanjutkan studi ke program
yang lebih tinggi
b) Manajemen Program
Program pelayanan
bimbingan dan konseling tidak mungkin akan tercipta, terselenggara, dan
tercapai bila tidak memiliki suatu sistem manajemen yang bermutu, dalam arti
dilakukan secara jelas, sistematis, dan terarah. Oleh karena itu, bimbingan dan
konseling harus ditempatkan sebagai bagian terpadu dari seluruh program
Sekolah/Madrasah dengan dukungan wajar baik dalam aspek ketersesiaan sumber
data manusia, sarana dan pembiayaan.
B.
Langkah-langkah Penyusunan Program Bimbingan
dan Konseling
Fase dalam pengembangan
program bimbingan dan konseling di sekolah, menurut Gysbers dan Henderson (Muro
7 Kottman, 1995) ada empat fase, yaitu :
1.
Perencanaan (planning)
Proses perencanaan
program bimbingan dan konseling seharusnya dilakukan secara terbuka, dalam arti
bukan hanya melibatkan personil bimbingan dan konseling saja, akan tetapi juga
melibatkan orang-orang yang memiliki peran penting dalam pengambilan kebijakan.
Langkah pertama yang
harus dilakuakn guru BK dalam perencanaan program BK adalah membentuk komite
yang representative. Komite ini selanjutnya disebut dengan komite bimbingan dan
konseling. Tugas dari komite ini selanjutnya disebut dengan komite bimbingan
dan konseling. Tugas dari komite ini adalah merancang (planning), mendesain
(designing), mengimplementasikan (implementing), dan mengevaluasi (evaluation)
program BK yang akan dilaksanakan. Komite ini terdiri dari orang tua, guru,
pakar bimbingan, dan tentunya guru BK sebagai pangatur dan konsulltan komite.
Tugas selanjutnya dari
komite ini adalah menetapkan dasar penetapan program. Mendefinisikan program
secara operasional yang terdiri dari : (1) identifikasi target populasi layanan
(siswa, orang tua, guru); (2) isi pokok program (tujuan dan ruang lingkup
program); (3) organisasi program layanan (pengorganisasian layanan bimbingan).
Nurihsan (2005)
memberikan gambaran mengenai kegiatan yang dilakukan dalam proses perencanaan,
diantaranya : (1) analisis kebutuhan dan permasalahan siswa; (2) penentuan
tujuan program layanan bimbingan yang hendak dicapai; (3) analisis situasi dan
kondisi di sekolah; (4) penentuan jenis-jenis kegiatan yang dilakukan; (5)
penetapan metode dan teknik yang digunakan dalam kegiatan; (6) penetapan
personel-personel yang akan melaksanakan kegiatan-kegiatan yang telah ditetapkan;
(7) persiapan fasilitas yang akan melaksanakan kegiatan-kegiatan bimbingan yang
direncanakan; (8) perkiraan tentang hambatan-hambata yang akan ditemui dan
usaha apa yang akan dilakukan dalam mengatasinya.
2.
Perancangan (desaigning)
Sebagai arahan dalm
mendesai program bimbingan dan konseling yang komperhensif, Gybers &
Handerson mengembangkan tujuh tahap untuk mewujudkan desain program BK sebagai
berikut :
a)
Memilih struktur dasar program
b)
Merancang kompetensi siswa
c)
Menegaskan kembali dukungan kebijakan
d)
Menetapkan parameter untuk alokasi sumber daya
e)
Menetapkan hasil yang akan dicapai oleh siswa
f)
Menetapkan aktivitas secara spesifik yang sesuai dengan
komponen program
g)
Mendistribusikan pedoman pelaksanaan program
3.
Penerapan (Implementing)
Setelah melalui proses
perencanaan dan desain yang baik, tahap berikutnya adalah tahap implementasi. Dalam
menerapkan program, guru BK sebaiknya perlu memiliki kesiapan untuk
melaksanakan setiap kegiatan yang telah dirancang sebelumnya sehingga terdapat
kesesuaian antara program yang telah dirancang dengan pelaksanaan di lapangan
dan program terlaksana dengan baik.
Proses implementasi
sejumlah kegiatan dari keseluruhan program haris didasarkan skala prioritas
yang didapatkan sari hasil analisis kebutuhan. Selain itu, penerapan program
bimbingan dan konseling yang telah dirancang dengan baik, seyogyanya di set
dalam waktu satu tahun ajaran.
4.
Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi menjadi umpan
balik secara berkesinambungan bagi semua tahap pelaksanaan program. Evalausi ini
bertujuan untuk memperoleh data yang bermanfaat bagi pengambilan keputusan,
baik untuk perbaikan maupun pengembangan program di masa yang akan mendatang. Evaluasi
juga dimaksudkan untuk menguji keberhasilan atau pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan.
Tolley &
Rowland (Saripah, 2006) mengemukakan bahwa evaluasi terhadap efektivitas
program bimbingan dan konseling dapat dilihat dari tiga indikator, yaitu
proses, hasil jangka menengah, dan hasil akhir. Evaluasi mempunyai fungsi untuk
menentukan layak tidaknya suatu program.
C.
REFERENSI
Nurihsan,
A.J. (2005). Strategi
Layanan Bimbingan dan Konseling. Bandung :Refika Aditama
Saripah, I. (2006). Program Bimbingan untuk Mengembangkan Perilaku Prososial Anak. Tesis pada Program Pasca
Sarjana UPI Bandung : tidak diterbitkan
Tn. (2012) . Program
Bimbingan dan konseling. [Online].
Diakses dari http://wwwhouseofcounseling.blogspot.com/2012/01/program-bimbingan-dan-konseling.html
Rahman, F. (2008). Penyusunan
Program BK di Sekolah. [Online]. Diakses
dari http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/MODUL%20MATERI%20%20penyusunan%20dan%20pengembangan%20program%20bimbingan%20dan%20konseling.pdf
REVIEW
PRESENTASI
PERENCANAAN
PROGRAM DAN PERSONEL BIMBINGAN DAN KONSELING
Diajukan
untuk memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan dan Konseling
Dosen
Pengampu : 1. Dr. Nani M. Sugandhi, M.Pd.
2. Hendri Rismayadi, S.Pd.
oleh
:
Rizky
Ayu Aulia NIM 1201707
Departemen Pendidikan Matematika
Fakultas Pendidikan Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pendidikan Indonesia
Bandung
2015
A. Perencanaan Program Bimbingan dan Konseling
Penyusunan program
bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah dimulai dari kegiatan asesmen, atau
kegiatan mengidentifikasi apek-aspek yang dijadikan bahan masukan bagi
penyusunan program tersebut. Kegiatan asesmen ini meliputi : (1) asesmen
lingkungan, yang terkait dengan kegiatan mengidentifikasi harapan Sekolah/Madrasah
dan masyarakat (orang tua siswa), sarana dan prasarana pendukung bimbingan dan
konseling, kondisi dan kualifikasi guru BK, dan kebijakan Sekolah/Madrasah; dan
(2) asesmen kebutuhan atau masalah siswa, yang menyangkut karakteristik siswa,
seperti aspek-aspek fisik (kesehatan dan keberfungsiannya), kecerdasan, motif
belajar, sikap dan kebiasaan belajar, minat-minatnya, masalah-masalah yang
dialami, dan kepribadian atau tugas-tugas perkembangannya, sebagai landasan
untuk memberikan pelayanan bimbingan dan
konseling. Program bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah dapat disusun
secara makro untuk 3-5 tahun, meso satu tahun dan mikro sebagai kegiatan
operasional dan untuk memfasilitasi kebutuhan-kebutuhan khusus.
Struktur
pengembangan program berbasis tugas-tugas perkembangan sebagai kompetensi yang
harus dikuasai oleh siswa dan dalam merumuskan program, struktur, dan
isi/materi program ini bersifat fleksibel yang disesuaikan dengan kondisi atau
kebutuhan siswa berdasarkan hasil penelitian kebutuhan di setiap Sekolah/Madrasah.
Berikut adalah
struktur pengembangan program berbasis tugas-tugas perkembangan sebagai
kompetensi yang harus dikuasai oleh siswa :
1. Rasional
Rumusan dasar
pemikirian tentang urgensi bimbingan dna konseling dalam keseluruhan program Sekolah/Madrasah.
Rumusan ini menyangkut konsep dasar yang digunakan, kaitan bimbingan dan
konseling dengan pembelajaran/implementasi kurikulum, dampak perkembangan IPTEK
dan sosial budaya terhadap gaya hidup masyarakat (termasuk siswa), dan hal-hal
lain yang dianggap relevan.
2. Visi dan misi
Secara mendasar visi dan
misi bimbingan dan konseling perlu dirumuskan ulang ke dalam fokus isi :
Visi : membangun iklim Sekolah/Madrasah bagi kesuksesan siswa
Misi : memfasilitiasi seluruh siswa
memperoleh dan menguasai kompetensi di bidang akademik, pribadi-sosial, karir
berlandaskan pada tata kehidupan etis normatif dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa.
3. Deskripsi kebutuhan
Rumusan hasil need assessment (penilaian kebutuhan)
siswa dan lingkungannya ke dalam rumusan perilaku-perilaku yang diharapkan
dikuasai siswa. Rumusan ini tiada lain adalah rumusan tugas-tugas perkembangan,
yakni standar kompetensi kemandirian yang disepakati bersama.
4. Tujuan
a) Rumuskan tujuan yang akan dicapai dalam bentuk perilaku
yang harus dikuasai siswa setelah memperoleh pelayanan bimbingan dna konseling.
Tujuan hendaknya dirumuskan ke dalam tataran tujuan.
b) Penyadaran, untuk membangun pengetahuan dan pemahaman
siswa terhadap perilaku atau standar kompetensi yang harus dipelajari dna
dikuasai
c) Akomodasi, untuk membangun pemaknaan, internalisasi,
dan menjadikan perilaku atau kompetensi baru sebagai bagian dari kemampuan
dirinya
d) Tindakan, yaitu mendorong siswa untuk mewujudkan perilaku
dan kompetensi baru itu dalam tindakan nyata sehari-hari
5. Komponen program
Komponen program meliputi:
(1) komponen pelayanan dasar; (2) kompenen pelayanan responsif; (3) komponen
perencanaan individual; (4) komponen dukungan sistem (manajemen)
6. Rencana operasional
Rencana kegiatan
(action plans) diperlukan untuk menjamin peluncuran program bimbingan dan
konseling dapat dilaksanan secara efektif dan efisien. Rencana kegiatan adalah
uaraian detail dari program yang menggambarkan struktur isi program, baik
kegiatan di Sekolah/Madrasah, untuk memfasilitasi siswa mencapai tugas
perkembangan atau kompetensi tertentu.
7. Pengembangan Tema/Topik (dapat dalam bentuk dokumen
tersendiri)
Tema ini merupakan
rincian lanjut dari kegiatan yang sudah diidentifikasi yang terkait denagn
tugas-tugas perkembangan. Tema secara spesifik dirumuskan dalam bentuk materi
untuk setiap komponen program.
8. Pengembangan Satuan Pelayanan (dapat dalam bentuk dokumen tersendiri)
Dikembangkan secara
bertahap sesuai dengan tema/topik.
9. Evaluasi
Rencana evaluasi
perkembangan siswa dirumuskan atas dasar tujuan yang ingin dicapai. Sejauh
mungkin perlu dirumuskan pula evaluasi program yang berfokus kepada
keterlaksanaan program,sebagai bentuk akuntabilitas pelayanan bimbingan dan
konseling.
10. Anggaran
Rencana anggaran
untuk mendukung implementasi program dinyatakan secara cermat, rasional dan
realistik.
B. Personel Bimbingan dan Konseling
Personel utama
pelaksana pelayanan bimbingan dan konseling adalah Guru BK dan staf
administrasi bimbingan dan konseling. Sementara, personel pendukung pelaksana pelayanan
bimbingan dan konseling adalah segenap unsur
yang terkait dalam pendidikan (kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru mata
pelajaran, wali kelas, staf administrasi) di dalam organigram pelayanan bimbingan dan konseling, dengan
koordinator dan guru pembimbing/guru BK
serta staf administrasi bimbingan dan konseling sebagai pelaksana utamanya.
Uraian tugas masing-masing personel tersebut, khusus dalam kaitannya dengan pelayanan
bimbingan dan konseling, adalah sebagai
berikut :
1. Kepala Sekolah/Madrasah dan wakil kepala Sekolah/Madrasah
Sebagai penanggung
jawab kegiatan pendidikan di Sekolah/Madrasah secara menyeluruh, khususnya pelayanan
bimbingan dan konseling. Tugas kepala Sekolah/Madrasah dan wakil kepala Sekolah/Madrasah
adalah : mengkoordinasi segenap kegiatan yang direncanakan. Diprogramkan dan
berlangsung di Sekolah/Madrasah, sehingga pelayanan pengajaran, latihan, dan
bimbingan dan konseling merupakam suatu kesatuan yang terpadu, harmonis dan dinamis.
a)
Mengkoordinir segenap kegiatan yang telah diprogramkan
dan berlangsung di sekolah, sehingga pelatihan pelayanan pengajaran, latihan,
dan bimbingan dan konseling merupakan suatu kesatuan yang terpadu, harmonis,
dan dinamis.
b) Menyediakan sarana dan prasarana, tenaga, dan berbagai
fasilitas lainnya untuk kemudahan bagi terlaksananya pelayanan bimbingan dan konseling yang efektif dan
efisien
c)
Melakukan pengawasan dan pembinaan terhadap perencanaan
dan pelaksanaan program, penilaian dan upaya tindak lanjut pelayanan bimbingan
dan konseling.
d) Mempertanggjawabkan pelaksanaan pelayanan bimbingan dan
konseling di Sekolah/Madrasah kepada pihak-pihak terkait, terutama dinas
pendidikan yang menjadi atasannya
e) Menyediakan fasilitas, kesempatan dan dukungan dalam
kegiatan kepengawasan yang dilakukan oleh pengawas Sekolah/Madrasah bidang
bimbingan dan konseling.
2. Koordinator bimbingan dan konseling
Koordinator
bimbingan dan konseling adalah salah satu konselor, diantaranya berperan
sebagia pembanti kepala Sekolah/Madrasah bidan pelayanan bimbingan dan
konseling yang bertugas :
a)
Mengkoordinasi para konselor (guru BK)
b)
Memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling
kepada segenap warga Sekolah/Madrasah
c)
Menyusun program kegiatan bimbingan dan konseling
d)
Melaksanakan program kegiatan bimbingan dan konseling
e)
Mengadministrasikan program kegiatan bimbingan dan
konseling
f)
Menilai hasil pelaksanaan program kegiatan bimbingan
dan konseling
g)
Menganalisis hasil penilaian pelaksanaan bimbingan dan
konseling
h)
Memberikan tindak lanjut terhadapa analisi hasil
penilaian bimbingan dan konseling
i)
Mengusukan kepada kepala sekolah.madrasah dan
mengusahakan bagi terpenuhinya tenaga, prasarana dan sarana, alat dan
perlengkapan bimbingan dan konseling
j)
Mempertanggungjawabkan pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling kepada kepala Sekolah/Madrasah
k)
Berpartisipasi aktif dakam kegiatan kepengawasan oleh
pengawas Sekolah/Madrasah bidang bimbingan dan konseling
3. Konselor (Guru BK)
Konselor atau dalam
hal ini guru BK adalah tenaga pendidik yang berkualifikasi strata satu (S-1)
program studi Bimbingan dan Konseling dan menyelesaikan Pendidikan Profesi
Konselor (PPK). Sedangkan penerima/pengguna pelayanan profesi bimbingan dna konseling dinamakan
konseli (dalam hal ini disebut siswa). Guru BK sebagai pelaksana utama, tenaga
inti dan ahli atau tenaga professional, bertugas :
a)
Melakukan studi kelayakan dan need assessment pelayanan bimbingan dan konseling
b)
Merencanakan program bimbingan dan konseling untuk
satuan-satuan waktu tertentu. Program-program tersebut dikemas dalam program
harian/mingguan, bulanna, semesteran, dan tahunan
c)
Melaksanakan program pelayanan bimbingan dan konseling
d)
Menilai proses dan hasil pelaksanaan pelayanan bimbingan dna konseling
e)
Menganalisis hasil penilaian pelayanan bimbingan dan konseling
f)
Melaksanakan tindak lanjut berdasarkan hasil penilaian pelayanan
bimbingan dan konseling
g)
Mengadministrasikan kegiatan program pelayanan bimbingan
dan konseling yang dilaksanakan
h)
Mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas dalam pelayanan
bimbingan dan konseling secara menyeluruh kepada koordinator pelayanan bimbingan
dan konseling serta kepala Sekolah/Madrasah
i)
Mempersiapkan diir, menerima dan berpartisipasi aktif
dalam kegiatan kepengawasan oleh pengawas Sekolah/Madrasah bidang bimbingan dan
konseling
j)
Berkolaborasi dengan guru mata pelajaran dan wali kelas
serta pihak terkait dalam pelaksanaan program bimbingan dan konseling
4. Guru Mata Pelajaran
Sebagai pengampu
mata pelajaran dan atau praktikum, guru dalam pelayanan bimbingan dan konseling memiliki peran sebagai
berikut :
a)
Membantu guru BK mengidentifikasi siswa-siswa yang
memerlukan pelaynan bimbingan dan konseling serta membantu pengumplan data tentang
siswa.
b)
Mereferal siswa yang memerlukan pelayanan bimbingan dan
konseling kepada guru BK.
c)
Menerima siswa alih tangan dari guru BK, yiatu siswa
yang menurut guru BK memerlukan pelayanan pengajaran/latihan khusus (seperti
pengayaan dan perbaikan).
d)
Membantu mengembangkan suasana kelas, hubungan
guru-siswa, dan hubungan siswa-siswa yang menunjang pelaksanaan pelayanan
bimbingan dan konseling.
e)
Memberikan kesempatan dan kemudahan kepada siswa yang
memerlukan pelayanan /kegiatan bimbingan
dan konseling untuk mengikuti/menjalani pelayanan /kegiatan yang dimaksudkan
itu
f)
Berpartisipasi dalam kegiatan khusus penanganan masalah
siswa seperti konferensi kasus
g)
Membantu pengumpulan informasi yang diperlukan dalam
rangka penilaian pelayanan bimbingan dan
konseling serta upaya tindak lanjutnya
Lebih
jauh, peranan guru dalam pelayanan bimbingan dan konseling adalah sebagai
berikut :
a)
Guru sebagai Informator
Seorang guru dalam
kinerja dapat berperanan sebagai informatory, terutama berkaitan dengan
tugasnya membantu guru BK atau konselir dalam memasyarakatkan layanan BK kepada
siswa pada umumnya. Melalui peranan ini, guru dapat menginformasikan berbagai
hal tentang layanan BK, tujuan, fungsi, dan manfaatnya bagi siswa.
b)
Guru sebagai Fasilitator
Guru dapat berperan
sebagai fasilitator terutama ketika dilangsungkan layanann pembelajaran baik
itu yang berdifat preventif ataupun kuratif. Pada saat siswa mengalami
kesulitan belajar, guru dapat merancang program perbaikan (remedial teaching) dengan mempertimbangkan tingkat kesulitan yang
dialami dan menyesuaikan dengan gaya belajar siswa. Sebaliknya, bagi siswa yang
pandai, guru dapat memperogramkan tindak lanjut berupa kegiatan pengayaan (enrichment)
c)
Guru sebagai Mediator
Dalam kedudukannya
yang strategis, yakni berhadapan langsung denagn siswa, guru dapat berperan
sebagai mediator antara siswa denagn guru pendamping.. hal itu tampak misalnya
pada saat seseorang guru diminta untuk melakukan kegiatan identifikasi siswa
yang memerlukan bimbingan dan pengalihtanganan siswa yang memerlukan BK kepada
guru BK atau konselor.
d)
Guru sebagai Motivator
Di dalam peranan
ini, guru dapat berperan sebagai pemberi motivasi dalam memanfaatkan layanan BK
di sekolah, sekaligus memberikan kesempatan kepada siswa untuk memperoleh
layanan konseling. Tanpa kerelaan guru dalam member kesempatan pada siswa member
layanan, maka layanan konseling perorangan akan sulit terlaksana mengingat
terbatasnya jam khusus bimbingan pada sekolah.
e)
Guru sebagai Kolaborator
Sebagai mitra seprofesi
yakni sebagai tenaga pendidik di sekolah, guru dapat berperan sebagai
kolaborator konselor di sekolag, misalnya dalam penyelenggaraan berbagai jenis
layanan orientasi informasi, layanan pembelajaran atau dalam pelaksanaan kegiatan
pendukung seperti konferensi kasus, himpunan data dan kegiatan lainnya yang
relevan.
5. Wali kelas
Sebagai Pembina
kelas, dalam pelayanan bimbingan dan konseling, wali kelas berperan sebagai :
a)
Melaksanakan peranannya sebagi penasihat kepada siswa
khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya
b)
Membantu memberikan kesempatan dan kemudahan bagi
siswa, khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya, untuk
mengikuti/menjalani pelayanan dan atau
kegiatan bimbingan dan konseling
c)
Berpartisipasi aktif dalam konferensi kasus
d)
Mereferal siswa yang memerlukan pelayanan bimbingan dan
konseling kepada guru BK
6. Staf administrasi
Staf administrasi
memiliki peranan yang penting dalam memperlancar pelaksnaan program bimbingan
dna konseling. Mereka diharapkan membantu menyediakan format-format yang
diperlukan dan membantu para Guru BK dalam memelihara data dan serta sarana dan
fasilitas bimbingan dan konseling yang ada.
C. Referensi
Direktorat Jenderal
Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan
Nasional. (2007). Rambu-rambu
Pemnyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal.
Jakarta : Depdiknas.
SMK Negeri 4 Surabaya. (2013). Personel Pelaksana BK. [Online]. Diakses dari http://bkforsmkn4sby.blogspot.com/2013/02/personil-pelaksana-bk.html
Lestari, K. (2014). Struktur Organisasi dan Peranan Personel BK.
[Online]. Diakses dari https://kelanalestari.wordpress.com/2014/01/16/struktur-organisasi-dan-peranan-personil-bk/
TUGAS 5
REVIEW PRESENTASI
MAKALAH TEKNIK-TEKNIK PEMAHAMAN INDIVIDU
Diajukan untuk
memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan dan Konseling
Dosen Pengampu
: 1. Dr. Nani M. Sugandhi, M.Pd.
2. Hendri Rismayadi, S.Pd.
oleh
:
Rizky
Ayu Aulia NIM 1201707
Departemen Pendidikan Matematika
Fakultas Pendidikan Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pendidikan Indonesia
Bandung
2015
A.
Pengertian
Individu
Individu berasal dari kata in dan devided. Dalam Bahasa Inggris
in salah satunya mengandung pengertian tidak, sedangkan divided artinya terbagi. Jadi individu
artinya tidak terbagi, atau suatu kesatuan.
Dalam Bahasa
Latin individu berasal dari kata individium
yang berarti yang tidak terbagi, jadi merupakan suatu sebutan yang dapat
dipakai untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan terbatas.
Individu bukan berarti manusia sebagai suatu kesatuan yang tidak dapat
dibagi-bagi melainkan sebagai kesatuan yang terbatas, yaitu sebagai manusia
perorangan sehingga sering digunakan sebagai sebutan “orang-seorang” atau
manusia “perorangan”. Individu merupakan kesatuan aspek jasmani dan rohani. Melalui
kemampuan rohaninya, individu dapat berhubungan dan berfikir serta dengan fikirannya
itu mengendalikan dan memimpin kesanggupan akal dan kesanggupan budi untuk
mengatasi segala masalah dan kenyataan yang dialaminya.
Manusia sebagai makhluk individu memiliki unsur
jasmani dan rohani, unsur fisik dan psikis, unsur raga dan jiwa. Seseorang
dikatakan sebagai manusia individu manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam
dirinya. Jika unsur tersebut sudah tidak menyatu lagi maka seseorang tidak
disebut lagi sebagai individu. Di dalam diri individu ada unsur jasmani dan
rohaninya, ada unsur fisik dan psikisnya, atau ada unsur raga dan jiwanya.
Bila seseorang hanya tinggal raga, fisik, atau
jasmaninya saja, maka dia tidak dikatakan sebagai individu. Jadi, pengertian
manusia sebagai makhluk individu mengandung arti bahwa unsur dalam diri
individu tidak terbagi, merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Sehingga,
sebutan individu hanya tepat bagi manusia yang memiliki keutuhan jasmani dan
rohaninya, keutuhan fisik dan psikisnya, keutuhan raga dan jiwanya.
Ciri seorang individu tidak hanya
mudah dikenali lewat ciri fisik atau biologisnya, sifat, karakter, perangai,
atau gaya dan selera orang juga berbeda-beda. Lewat ciri-ciri fisik seseorang
pertama kali mudah dikenali. Ada orang yang gemuk, kurus, atau langsing, ada
yang kulitnya coklat, hitam, atau putih, ada yang rambutnya lurus dan ikal. Dilihat
dari sifat, perangai, atau karakternya, ada yang orang yang periang, sabar,
cerewet, atau lainnya.
Seorang
individu adalah perpaduan antara faktor genotip dan fenotip. Faktor genotip
adalah faktor yang dibawa individu sejak lahir, ia merupakan faktor keturunan,
dibawa individu sejak lahir. Secara fisik seseorang memiliki kemiripan atau
kesamaan ciri dari orang tuanya, kemiripan atau persamaan itu mungkin saja
terjadi pada keseluruhan penampilan fisiknya, bisa juga terjadi pada
bagian-bagian tubuh tertentu saja.Kita bisa melihat secara fisik bagian tubuh
mana dari kita yang memiliki kemiripan dengan orang tua kita. Ada bagian tubuh
kita yang mirip ibu atau ayah, begitu pula mengenai sifat atau karakter kita
ada yang mirip seperti ayah dan ibu.
Kalau
seorang individu memiliki ciri fisik dan karakter atau sifat yang dibawa sejak
lahir, ia juga memiliki ciri fisik dan karakter atau sifat yang dipengaruhi
oleh faktor lingkungan (faktor fenotip). Faktor lingkungan ikut berperan dalam
pembentukan karakteristik yang khas dari seseorang.Istilah lingkungan merujuk
pada lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan fisik seperti alam
sekitarnya, baik itu lingkungan buatan seperti tempat tinggal (rumah) dan
lingkungan. Sedangkan lingkungan yang bukan buatan seperti kondisi alam
geografis dan iklimnya.
Orang
yang tinggal di daerah pantai memiliki sifat dan kebiasaan siang yang berbeda
dengan yang tinggal dipegunungan. Mungkin orang di daerah pantai bicaranya
cenderung keras, berbeda dengan mereka yang tinggal didaerah pegunungan. Berbeda
lingkungan tempat tinggal, cenderung berbeda pula kebiasaan dan perilaku
orang-orangnya.
Lingkungan
sosial merujuk pada lingkungan dimana seorang individu melakukan interaksi
sosial. Kita melakukan interaksi sosial dengan anggota keluarga, dengan teman,
dan kelompok sosial lain yang lebih besar.
Seseorang
yang sehari-harinya bergaul dengan lingkungan temannya yang bekerja sebagai
supir atau kenek di terminal memiliki kebiasaan yang khas bagi kelompoknya. Begitu
pula dengan orang yang lingkungan sosialnya berada di pesantren, memiliki
kebiasaan khas pula bagi kelompoknya.
Karakteristik
yang khas dari seseorang ini sering kita sebut dengan kepribadian. Setiap orang
memiliki kepribadian yang membedakan dirinya dengan orang lain. Kepribadian
seseorang itu dipengaruhi oleh faktor bawaan (genotip) dan faktor lingkungan
(fenotip) yang saling berinteraksi terus menerus.
Menurut
Sumaatmadja (dalam Ayyuna, dkk 2015), kepribadian adalah keseluruhan perilaku individu
yang merupakan hasil interaksi antara potensi-potensi bio-psiko-fisikal (fisik
dan psikis) yang terbawa sejak lahir dengan rangkaian situasi lingkungan, yang
terungkap pada tindakan dan perbuatan serta reaksi mental psikologisnya, jika
mendapat rangsangan dari lingkungan. Dia menyimpulkan bahwa faktor lingkungan
(fenotip) ikut berperan dalam pembentukan karakteristik yang khas dari
seseorang.
B.
Pemahaman
Individu
1. Pengertian
Pemahaman Individu
Pemahaman
indvidu adalah merupakan awal dari kegiatan bimbingan dan konseling.Tanpa
adanya pemahaman terhadap individu, sangat sulit bagu guru pembimbing untuk
memberikan bantuan karena pada dasarnya bimbingan adalah bantuan dalam rangka
pengembangan pribadi.
Pemahaman individu
oleh Aiken (dalam Ayyuna, dkk 2015) diartikan sebagai “Appraising the presence or magnitude of one or more personal
characteristic. Assessing human behavior and mental processes includes such
procedures as observations, interviews, rating, scale, check list, inventories,
projective techniques, and tests”. Pengertian tersebut diartikan bahwa
pemahaman individu adalah suatu cara untuk memahami, menilai atau menaksir
karakteristik, potensi, dan atau masalah-masalah gangguan yang ada pada
individu atau kelompok individu. Cara yang digunakan meliputi observasi, interview,
teknik projektif, dan beberapa jenis tes.
2. Tujuan
Pemahaman Individu dalam Bimbingan dan Konseling
Sebelum membahas
lebih lanjut mengenai perlunya pemahaman individu dalam kegiatan pelayanan
bimbingan dan konseling, terlebih dahulu harus memahami pengertian bimbingan
dan konseling, dengan tujuan agar lebih memahami mengapa pemhaman individu
diperlukan dalam bimbingan dan konseling. Bimbingan dan konseling sebagai suatu
bantuan yang diberikan seseorang (konselor/guru BK) keapda orang lain (klien/siswa)
ynag bermasalah psikis, sosial dengan harapan klien/siswa tersebut dapat memecahkan
masalahnya, memahami dirinya, mengarahkan dirinya sesuai dengan kemampuan dan
potensi sehingga mencapai penyesuaian diri dengna lingkungan keluarga, sekolah
dan masyarakat.
Berdasarkan pengertian
bimbingan dan konseling di atas, dapat disimpulkan perlunya pemahaman individu
dalam bimbingan dan konseling sebagai berikut :
a) Di
dalam bimbingan dan konseling, kita tidak mungkin dapat memberikan pertolongan
kepada seseorang sebelum kita kenal atau paham dengan orang tersebut
b) Salah
satu hal yang penting dalam bimbingan dan konseling ialah memahami individu
secara keseluruhan baik masalah yang dihadap maupun latar belakangnya. Dengan demikian
individu akan memperoleh bantuan yang tepat dan terarah. Dapat dikatakn pula,
perlunya pemahaman individu dalam layanan bimbingan dan konseling adalah agar
individu memperoleh bantuan yang sesuai dengan kemampuan dan potensinya agar
apa yang diharapkannya dapat tercapai.
Pemahaman individu
dalam layanan bimbingan dan konseling bertujuan untuk :
a) Semakin
mampu menerima keadaan individu (siswa) seperti apa adanya dan sekaligus
keberadaan siswa baik dari segi kelebihan maupun kekurangannya
b) Semakin
mampu memperlakukan siswa sesuai dengan seharusnya, artinya mampu memberikan
bantuan seperti yang dikehendaki oleh siswa
c) Terhindar
dari gangguan komunikasi, sehingga mampu menciptakan relasi yang semakin baik
C. Pengumpulan
Data
1.
Prinsip
Pengumpulan Data
Prinsip-prinsip pengumpulan dan penyimpanan data, yaitu:
a) Kelengkapan data
Data yang dikumpulan hendaknya mencakup beberapa hal, yaitu:
1) Data
potensi dan data kekuatan atau kecakapan-kecakapan yang dimilikinya,
2) Aspek intelektual, sosial, emosional, fisik dan motorik,
3) Kebutuhan,
4) Tantangan ancaman dan masalah yang dihadapi,
5) Karakteristik permanen ataupun temporer.
b) Relevansi data
Data yang dihimpun hendaknya data yang sesuai atau relevan dengan
kebutuhan layanan bimbingan dan konseling.
c) Keakuratan data
Data yang akurat berhubungan dengan prosedur dan
teknik pengumpulan data.
Empat
hal yang berkenaan dengan pengumpulan data ini, yaitu:
1) Validitas data
2) Validitas instrumen
3) Proses pengumpulan data yang benar
4) Analisis data yang tepat
d) Efisiensi penyimpanan data
Data yang sudah
diolah, selanjutnya disimpan dalam kartu atau buku catatan pribadi.Sekarang
data tersebut disimpan secara elektronik dalam computer (soft file/CD) sehingga tidak memerlukan tempat yang banyak dan
ruang data yang luas.
e) Efektivitas penggunaan data
Data yang tersedia hendaknya dapat memberikan
dukungan terhadap pemberian layanan bimbingan dan konseling.
2. Macam-Macam
Data
Macam-macam data:
a) Kecakapan
1) Kecakapan
petensial (potential ability)
diperoleh secara heriditer (pembawaan
kelahirannya).
(a) Abilitas dasar umum (general inteligence) atau kecerdasan.
(b) Abilitas dasar khusus dalam bidang tertentu (bakat, aptitudes).
2) Kecakapan
aktual (actual ability) yang menunjukan
pada aspek kecakapan yang segera dapat didemonstrasikan dan diuji sekarang
juga. Misalnya: prestasi belajar, keterampilan, kreativitas
dan lain sebagainya.
b) Kepribadian
1) Fisik dan kebebasan
2) Psikis
3) Kegiatan : ekstrakurikuler
4) Keunggulan-keunggulan
dalam bidang: akademik. Keagamaan. Olahraga, kesenian, keterampilan, sosial,
dll.
5) Pengalaman istimewa dan prestasi yang telah diraih
6) Latar belakang
7) Agama dan moral
8) Lingkungan masyarakat
3. Sumber
Data
Pemahaman individu siswa dapat dilakukan melalui
beberapa suber, yaitu:
a) Sumber
pertama yaitu siswa itu sendiri yang dapat dilakukan melalui wawancara,
observasi ataupun teknik pengukuran.
b) Sumber
kedua yaitu orang tua siswa dan keluarga terdekat siswa, guru-guru yang pernah
mengajar dan bergaul lama dengan siswa, temannya, dokter pribadi dan
sebagainya.
4. Aspek-Aspek
yang Dihimpun dalam Pengumpulan Data
Berbagai hal yang termuat di dalam himpunan data
meliputi pokok-pokok data/keterangan tentang berbagai hal seluruh data itu
perlu dihimpun dan disusun menurut suatu sistem yang jelas, sehingga pemasukan
dan pengeluarannya (untuk dipakai) dapat dilakukan dengan mudah dan tetap
terpelihara.Himpunan data pribadi sering disebut cumulative record.
Data yang perlu dikumpulkan, disusun dan
dipeliharameliputi data pribadi dan data umum. Data pribadi siswa di sekolah,
misalnya meliputi berbagai hal dalam pokok-pokok berikut:
a) Identitas
pribadi
b) Latar
belakang rumah dan keluarga
c) Kemampuan
mental, bakat, dan kondisi kepribadian
d) Sejarah
pendidikan, hasil belajar, nilai-nilai mata pelajajaran
e) Hasil
tes diagnostik
f) Sejarah
kesehatan
g) Pengalaman
ekstrakurikuler dan kegiatan di luar sekolah
h) Minat
dan cita-cita pendidikan dan pekerjaan/jabatan
i)
Prestasi khusus yang pernah diperoleh
j)
Deskripsi menyeluruh hasil belajar siswa
setiapa kelas
k) Sosiometri
setiap kelas
l)
Laporan penyelenggaraan diskusi/belajar
kelompok
Selain itu, himpunan data juga memuat berbagai karya
tulis atau rekaman kemampuan siswa, catatan anekdot, hasil inventori khusus,
misalnya tentang masalah-masalah yang dialami, sikap dan kebiasaan belajar,
serta pelayanan yang pernah diterima masing-masing siswa.
5. Hal-Hal
yang Perlu Diperhatikan dalam Pengumpulan Data
Beberapa hal perlu mendapatkan perhatian dalam
rangka penyelenggaraan himpunan data dan pemanfaatannya secara optimal.
a) Materi
himpunan data yang baik (akurat dan lengkap) sangat berguna untuk memberikan
gambaran yang tepat tentang individu. Gambaran ini dapat memberikan proyeksi
untuk masa depan tentang individu yang bersangkutan.
b) Data
tentang individu selalu bertambah, berubah, berkembang, dan dinamis. Oleh
karena itu, data dalam kumpulan data harus selalu baru dengan menambahkan data
baru dan menanggalkan data lama yang sudah tidak relevan lagi. Data lama yang
sudah tidak ada sangkut-pautnya lagi dengan kepentingan perkembangan kehidupan
individu tidak perlu dipertahankan atau terus disimpan mengingat bahwa kumpulan
data itu diadakan untuk kepentingan individu yang bersangkutan, bukan untuk
kepentigan orang lain. Kumpulan data untuk keperluan bimbingan dan konseling
bukanlah arsip ataupun dokumen yang sewaktu-waktu dapat dipakai untuk menjebak
atau mengetahui kekurangan-kekurangan yang bersangkutan, melainkan sebaliknya,
data yang dikumpulkan itu hendaknya mampu mendukung program-program
pengembangan dan pencapaian tujuan-tujuan individu yang bersangkutan. Dalam
kaitan itu, data yang bermakna ataupun berdampak negatif atau merugikan
terhadap individu yang bersangkutan hendaknya tidak dijumpai dalam kumpulan
data.
c) Data
yang terkumpul disusun dalam format-format yang teratur rapi menurut sistem
tertentu. Data untuk masing-masing individu dipisahkan sepenuhnya. Format dan
sistem yang dipakai itu hendaknya memudahkan pemasukan data baru dan
penanggalan data lama, serta memudahkan pengambilan data tertentu untuk
dipergunakan dan pengembaliannya. Pemanfaatan komputer akan sangat memudahkan
penyelenggaraan himpunan data seperti itu.
d) Data
dalam himpunan data itu pada dasarnya bersifat rahasia. Hanya orang-orang
tertentu saja yang dapat berhubungan dengan kumpulan data itu. Konselor/guru BK
wajib menyimpan dan memelihara segenap data itu sehingga kerahasiaan yang ada
di dalamnya benar-benar terjamin. Orang-orang yang hendak berhubungan dengan
himpunan data itu (misalnya guru) harus melalui konselor/guru BK dengan jaminan
bahwa kerahasiaan data itu tetap terjaga.
e) Mengingat
bahwa data yang dikumpulkan cukup banyak, harus pula ditambah dan dikurangi
sesuai dengan perkembangan, lagipula pengeluaran data (untuk dipakai) dan
pemasukannya kembali memakan waktu yang cukup banyak, konselor/guru BK sering
terjebak oleh pekerjaan rutin penyelenggaraan himpunan data itu. Bahkan mungkin
masih ada konselor/guru BK sekolah yang menganggap bahwa penyelenggaraan
himpunan data itu merupakan tugas yang paling utama bagi konselor/guru BK di
sekolah. Pandangan seperti itu merupakan kesalahan mendasar. Tugas utama konselor/guru
BK ialah memberikan berbagai layanan, yaitu layanan orientasi dan informasi,
penempatan dan penyaluran, bimbingan belajar, konselor/guru BK perorangan,
serta bimbingan dan konseling kelompok. Kegiatan yang menyangkut himpunan data
hanyalah sebagai penunjang belaka. Sangat diharapkan agar kegiatan penunjang
itu tidak mengalahkan penyelenggaraan tugas utama konselor/guru BK di sekolah.
6. Manajemen
dan Penggunaan Data
Program
bimbingan dan konseling komprehensif diarahkan oleh data. Penggunaan data di
dalam layanan bimbingan dan konseling akan menjamin setiap peserta didik
memperoleh manfaat dari layanan bimbingan dan konseling. Konselor/guru BK harus
menunjukkan bahwa setiap aktivitas diimplementasikan sebagai bagian dari
keutuhan program bimbingan dan konseling yang didasarkan atas analisis cermat
terhadap kebutuhan, prestasi, dan data terkait peserta didik.Data yang
diperoleh dan digunakan perlu diadministrasikan dengan baik dan
cermat.Manajemen data dilakukan secara manual maupun komputer.
Dalam era
teknologi informasi, manajemen data peseta didik dilakukan secara komputer. Database
peserta didik perlu dibangun dan dikembangkan agar perkembangan setiap peserta
didik dapat dengan mudah dimonitor. Penggunaan data peserta didik dan
lingkungan sekolah yang tertata dan dimenejemen dengan baik untuk kepentingan memonitor kemajuan peserta
didik akan menjamin seluruh peserta didik menerima apa yang mereka perlukan
untuk keberhasilan sekolah. Konselor/guru BK harus cermat dalam mengumpulkan,
menganalisis, dan menafsirkan data. Kemajuan perkembangan peserta didik dapat
dimonitori dari: prestasi belajar, data yang terkait dengan prestasi belajar,
dan data tingkat penguasaan tugas-tugas perkembangan atau kompetensi.
D.
Teknik
Pemahaman
1. Pemberian
Instrumen
Pemahaman
tentang diri klien/siswa, tentang masalah klien/siswa, dan tentang lingkungan
yang “lebih luas” dapat dicapai dengan berbagai cara. Wawancara dan dialog yang
mendalam biasanya merupakan cara yang efektif untuk mengembangkan pemahaman
tentang diri dan masalah klien/siswa.
Berbagai
instrumen dapat membantu melengkapi dan mendalami pemahaman tentang klien/siswa
dan masalahnya itu. Di dalam kaitan itu konselor/guru BK perlu memiliki wawasan
dan keterampilan yang memadai dalam penggunaan berbagai instrumen
tersebut.Instrumentasi bimbingan dan konseling memang merupakan salah satu
sarana yang perlu dikembangkan agar pelayanan bimbingan dan konseling
terlaksana secara lebih cermat dan berdasarkan data empirik. Termasuk ke dalam instrumen
yang dimaksudkan itu adalah berbagai tes, inventori, angket dan format isian.
Sedang untuk pemahaman lingkungan yang “lebih luas” dapat digunakan berbagai
brosur, leaflet, selebaran, model, contoh, dan lain sebagainya.
Ada beberapa
pertimbangan yang perlu mendapat perhatian para konselor/guru BK dalam penerapan
instrumentasi bimbingan dan konseling. Antara lain yaitu:
a) Instrumen
yang dipakai haruslah yang sahih dan terandalkan. Pemilihan instrument yang kan
dipergunakan didasarkan atas ketepatan kegunaan dan tujuan yang henda dicapai.
Dalam hal ini Anastasi (dalam Ayyuna, dkk 2015) mengingatkan bahwa keefektifan
penggunaan instrument dalam konseling tergantung pada ketepatan pilihan
instrumen yang akan dipakai berkenaan dengan individu (yang akan mengikuti tes)
dan permasalahan yang sedang ditangani. Konselor/guru BK dituntut memiliki
wawasan yang memadai tentang kegunaan berbagai instrumen dalam kaitannya dengan
karakteristik individu dan berbagai permasalahan.
b) Pemakai
instrument (dalam hal ini konselor/guru BK) bertanggung jawab atas pemilihan
instrument yang akan dipakai (misalnya tes), monitoring pengadministrasiannya
dan skoring. Penginterpretasian skor dan penggunaanya sebagai sumber informasi
bagi pengambilan keputusan tertentu (Anastasi dalam Ayyuna, 2015). Adakalanya
pemakai instrument tidak mampu mengambil seluruh tanggung jawab tersebut; maka
ia memerlukan penyelia ataupun konsultan. Dalam hal ini diingatkan oleh
Anastasi bahwa instrumen hanyalah alat; baik-buruknya instrumen itu sebagai
alat tergantung pada pemakaiannya.
c) Pemakaian
instrumen, misalnya, harus dipersiapkan secara matang, bukan hanya persiapan
instrumennya saja, tetapi persiapan klien/siswa yang akan mengambil tes itu. Klien/siswa
hendaknya memahami tujuan dan kegunaan tes itu dan bagaimana kemungkinan
hasilnya. Bagi klien/siswa-klien/siswa yang secara khusus meminta tes, perlu
diungkapkan mengapa ia merasa perlu dites. Lebih jauh, klien/siswa itu
dipersiapkan untuk menerima hasil tes sebagaimana adanya. Apabila hasil tes
ternyata baik, bagaimana reaksi klien/siswa dan apa yang akan dilakukannya?
Sebaliknya, apabila hasilnya ternyata tidak sebaik yang diharapkan, bagaimana
pula reaksinya? Konselor/guru BK perlu memperoleh kejelasan tentang alas an klien/siswa,
dan apakah alasan yang dikemukakan itu dapat diterima. Konselor/guru BK juga
perlu membimbing klien/siswa agar nantinya dapat menerima hasil tes secara
positif dan dinamis. Kalau hasilnya baik klien/siswa tidak menjadi sombong atau
besar kepala, dan apabila hasilnya jelek tidak menjadi kecewa atau putus asa.
Hasil apa pun yang dicapai hendaknya diterima sebagaimana adanya, dan menjadi
pendorong bagi klien/siswa untuk berbuat dan berusahan lebih baik lagi untuk
mencapai hasil yang lebih tinggi.
d) Perlu
diingat bahwa tes atau instrument apa pun hanya merupakan salah satu sumber
dalam rangka memahami individu secara lebih luas dan dalam. Oleh karean itu
pemahaman terhadap klien/siswa hendaknya tidak hanya didasarkan atas data
tunggal yang dihasilkan oleh tes semata-mata, melainkan harus dilengapi dengan
data lain dari sumber-sumber yang relevan sehingga gambaran tentang klien/siswa
lebih bersifat komprehensif dan bermakna.
e) Ada
dan dipergunakannya berbagai instriumen lainnya bukanlah syarat mutlak bagi
pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling. Tes dan berbagai instrumen itu
sekedar alat bantu. Seperti telah dikemukakan sebelumnya bahwa pemahaman
tentang klien/siswa dan permasalahannya dapat dilaksanakan melalui wawancara
dan dialog mendalam. Oleh karean itu, kekurangan ataupun ketiadaan instrumen
hendakya tidak menjadi penghambat bagi pelaksanaan bimbingan dan onseling.
Fungsi pemahaman pelayanan bimbingan dan konseling
mencakup kegiatan dan ruang lingkup yang cukup luas.Hasil pelaksanaan fungsi
pemahaman dapat merupakan titik tolak bagi upaya-upa yang dilakukan oleh
individu/klien/siswa sendiri dalam memperkembangkan diri dan menjalani
kehidupannya, dan bagi pihak-pihak lain yang berkepentingan dengan perkembangan
dan kehidupan klien/siswa itu. Khusus bagi pihak ketiga (yaitu bagi pihak-pihak
di luar klien/siswa dan konselor/guru BK), sejumlah data dan keterangan tentang
klien/siswa dan permasalahannya seringkali perlu ada yang mendapat
perhatisn tersendiri, yaitu data dan
keterangan yang menurut pendapat klien/siswa bersifat “rahasia”. Untuk hal-hal
yang bersifat rahasia itu konselor/guru BK harus bersikap sangat hati-hati.
“asas kerahasiaan” perlu diterapkan secara ketat. Hanya data dan keterangan
yang diyakini tidak akan merugikan klien/siswa, dan lebih jauh lagi, hanya data
dan keterangan yang akan menunjang kebahagiaan klien/siswa sajalah yang dapat
disampaikan pada pihak ketiga. Di dalam kaitan ini, pihak ketiga jika mungkin
diberi penjelasan tentang perlunya dilaksanakan asas kerahasiaan.
Instrumen bimbingan dan konseling meliputi
digunakan dan dikembangkan berbagai
instrumen, baik berupa tes maupun
nontes.
a) Instrumen
Tes
Tes
dipandang sebagai suatu alat yang digunakan dalam proses terapeutik dan
memberikan sumbangan dalam membantu klien/siswa (siswa) untuk membuat keputusan
dan perencanaan sendiri. Bagi konselor/guru BK tes membantu dalam menelaah dan
mendiagnosa karakteristik dan masalah kepribadian dan mendiagnosa karakteristik
dan kepribadian klien/siswa dengan tujuan untuk memberi informasi yang berguna
tentang kepribadiannya sendiri.
Ada
tiga fungsi penggunaan tes dalam konseling yaitu: (1) sebagai alat diagnostic;
(2) menemukan minat dan nilai; dan (3)
membuat prediksi tingkah laku.
Di
dalam memilih tes untuk konseling, beberapa hal yang harus diperhatikan antara
lain:
(1) Standar
tes yang digunakan
(2) Memilih
waktu penggunaan tes secara teapt
(3) Memilih
topik tes
(4) Partisipasi
klien/siswa dalam memilih tes
(5) Prosedur
pemilihan tes dengan langkah-langkah berikut:
Di dalam menggunakan tes untuk
proses konseling hendaknya diperhatikan prinsip-prinsip berikut:
a) Mengetahui
tes secara menyelurh
b) Penjajagan
terhadap alasan klien/siswa menginginkan dan pengalaman klien/siswa dalam
tes-tes yang pernah dialaminya
c) Perlu
pengaturan pertemuan interpretasi tes agar klien/siswa siap untuk menerima
informasi
d) Arti
skor tes harus dibuat secepatnya dalam diskusi
e) Kerangka
acuan hasil tes hendanya dibuat dengan jelas
f) Hasil
tes harus diberikan kepada klien/siswa (dalam bentuk buku skor)
g) Hasil
tes harus selalu terjabarkan
h) Konselor/guru
BK hendaknya bersikap netral
i) Konselor/guru
BK hendaknya memberikan interpretasi secara berarti dan jelas
j) tes
harus memberikan prediksi dengan tepat
k) Dalam
tahap interpretasi tasi tes, perlu adanya partisipasi dan evaluasi dari klien/siswa
l) Interpretasi
skor yang rendah kepada klien/siswa normal hendakn ya dilakukan dengan
hati-hati
Cronbach mengatakan tes merupakan prosedur untuk
mengungkapkan tingkah laku seseorang dan menggambarkannya dalam bentuk skala
angka atau klasifikasi tertentu (Prayitno, et al, dalam Ayyuna 2015). Di
dalam bentuknya yang nyata, tes meliputi serangkaian pertanyaan (tertulis atau
lisan) atau tugas yang harus dijawab atau dikerjakan oleh orang yang dites;
jawaban atau pengerjaan atas pertanyaan atau tugas itu dijadikan dasar untuk
menentukan tingkat pengetahuan, kemampuan, keterampilan, sikap atau kualifikasi
orang yang bersangkutan.Ada bermacam-macam tes, seperti tes intelegensi, tes
bakat, tes kepribadian, tes hasil belajar, tes diagnostik. Secara umum kegunaan
berbagai tes itu ialah membantu konselor/guru BK dalam:
a) Memperoleh
dasar-dasar pertimbangan berkenaan dengan berbagai masalah pada individu yang
dites, seperti masalah penyesuaian dengan ligkungan, masalah prestasi belajar
atau hasil belajar, masalah penempatan dan penyaluran;
b) Memahami
sebab-sebab terjadinya masalah diri individu;
c) Mengenali
individu (misalnya siswa di sekolah) yang memiliki kemampuan yang sangat tinggi
dan sangat rendah yang memerlukan bantuan khusus;
d) Memperoleh
gambaran tentang kecakapan, kemampuan, atau keterampilan seseorang individu
dalam bidang tertentu.
Berbagai hal yang diperoleh konselor/guru BK dari
hasil tes dipergunakan konselor/guru BK untuk menetapkan jenis layanan yang
perlu diberikan kepada individu yang dimaksudkan.
a) Instrumen
Nontes
Instrumen
non-tes meliputi berbagai prosedur, seperti pengamatan, wawancara, catatan
anekdot, angket, sosiometri, inventori yang dibakukan.Agar diperoleh hasil yang
terandalkan, pengamatan dan wawancara dilakukan dengan mempergunakan pedoman
pengamatan atau pedoman wawancara. Catatan anekdot merupakan hasil pengamatan,
khususnya tentang tingkah laku yang tidak biasa atau khusus yang perlu
mendapatkan perhatian tersendiri.Angket dan daftar isian dipergunakan untuk
mengungkapkan berbagai hal, biasanya tentang diri individu, oleh individu
sendiri.Sosiometri untuk melihat dan memberikan gambaran tentang pola hubungan
sosial di antara individu-individu dalam kelompok. Dengan sosiometri akan dapat
dilihat individu-individu yang populer, yang membentuk klik atau
kelompok-kelompok tertentu , dan mereka yang terpencil (terisolasi). Sedangkan
melalui inventori yang dibakukan akan dapat diungkapkan berbagai hal yang
biasanya merupakan pokok pembahasan dalam rangka pelayanan bimbingan dan
konseling secara lebih luas, seperti pengungkapan jenis0jenis masalah yang
dialami individu, sikap dan kebiasaan belajar siswa.
Kegunaan
hasil pengungkapan melalui instrumen non-tes sejalan dengan kegunaan
hasil-hasil tes seperti tersebut. Memang, sebagaimana telah disebut terdahulu,
berbagai data yang berhasil diungkapkan melalui berbagai prosedur dan sumber
bersifat menunjag, saling melengkapi, atau dipakai untuk mencek kebenaran atau
ketepatan suatu kondisi, yang kesemuanya itu dipakai sebagai bahan pertimbangan
tentang perlu layanan tertentu bagi individu yang bersangkutan.
Berikut
ini beberapa bentuk instrumen nontes yaitu sebagai berikut:
1) Catatan
anekdot
Catatan anekdot,
yaitu catatan otentik hasil observasi. Dengan mempergunakan catatan anekdot,
guru dapat:
a) Memperoleh pemahaman yang lebih tepat tentang perkembangan murid
b) Memperoleh pemahaman tentang penyebab dari gejala tingkah laku murid
c) Memudahkan dalam menyesuaikan diri dengan kbutuhan murid
Catatan anekdot yang baik memiliki
syarat sebagai berikut:
a) Objektif, yaitu cacatan yang dibuat secara rinci tentang perilaku murid
b) Deskriftif, yaitu catatan yang menggambarkan diri murid secaralengkap
tentang suatu peristiwa mengenai murid
c) Selektif,
yaitu dipilih suatu situasi yang dicatat
2) Angket
Angket
(kuesioner) merupakan alat pengumpul data melalui komunikasi tidak langsung,
yaitu melalui tulisan.Beberapa petunjuk untuk menyusun angket:
a) Gunakan
kata-kata yang tidak mempunyai arti rangkap
b) Sususnan kalimat sederhana tapi jelas
c) Hindarkan
kata-kata yang bersifat negatif dan menyinggung perasaan responder
3) Daftar
cek
4) Autobiografi
(riwayat atau karangan) dan catatan harian
Karangan pribadi
ini merupakan ungkapan pribadi murid tentang pengalaman hidupnya, cita-citanya,
keadaan keluarga, dan lain-lain.Penggunaan autobiografi mempunyai benerapa
kelemahan.Pertama, seringkali muid hanya menuliskan peristiwa-peristiwa yang
berarti bagi murid tapi belum tentu berarti untuk guru dalam kepentingan
layanan bimbingan dan konseling.Kedua, peristiwa-peristiwa lama seringkali
banyak yang terlupakan.Ketiga, ada kecenderungan murid membuang hal-hal yang
kurang sesuai dengan harapan murid dan menggantinya dengan hal yang sesuai.
Keempat, seringkali murid tidak mau autobiografinya untuk dibaca orang lain.
Karangan pribadi
ini dalam pembuatannya dibagi ke dalam dua jenis, yaitu terstruktur dan tidak
terstruktur.
a) Terstruktur yaitu karangan pribadi disusun berdasarkan tema
(judul) yang telah ditentukan sebelumnya
b) Tidak
tersruktur yaitu murid diminta untuk membuat karangan pribadi secara bebas
5) Sosiometri
Sosiometri
bertujuan untuk memperoleh informasi tentang hubungan atau interaksi sosial
(saling penerimaan atau penolakan) diantara murid dalam suatu kelas, kelompok,
kegiatan ekstrakurikuler, organisasi kesiswaan, dll. Dengan sosiometri guru
dapat mengetahui tentang:
a) Murid yang popular
b) Yang terisolir
c) kelompok kecil dengan anggota 2-3 orang murid
Sosiometri
dapat digunakan untuk:
a) Memperbaiki hubungan insane
b) Menentukan kelomppok belajar/kerja
c) Meneliti kemampuan memimpin seorang individu (murid) dala kelompok
6) Inventori
E. Referensi
Nurihsan,
A.J. (2006). Bimbingan dan Konseling.
Bandung: PT. Refika Aditama
Ayyuna,
dkk. (2015). Makalah Teknik-teknik Pemahaman
Individu. Bandung : UPI. Tidak Diterbitkan
Rahardjo,
S. (2009). Buku Ajar Pemahaman Individu Teknik Non Tes. [Online] . Diakses dari http://susilorahardjo.blogspot.com/2009/12/buku-ajar-pemahaman-individu-teknik-non.html
TUGAS 6
REVIEW
PRESENTASI
MAKALAH MASALAH-MASALAH
SISWA DI SEKOLAH SERTA PENDEKATAN-PENDEKATAN UMUM DALM BIMBINGAN DAN KONSELING
(STRATEGI BIMBINGAN DAN KONSELING)
Diajukan untuk
memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan dan Konseling
Dosen Pengampu
: 1. Dr. Nani M. Sugandhi, M.Pd.
2. Hendri Rismayadi, S.Pd.
oleh
:
Rizky
Ayu Aulia NIM 1201707
Departemen Pendidikan Matematika
Fakultas Pendidikan Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pendidikan Indonesia
Bandung
2015
A. Masalah-masalah Siswa di Sekolah
Siswa di sekolah sebagai manusia (individu) dapat dipastikan
memiliki masalah, tetapi kompleksitas masalah-masalah yang dihadapi oleh
individu yang satu dengan yang lainnya tentulah berbeda-beda. Tohirin (Findinillah
dkk, 2015) mengungkapkan bahwa siswa di sekolah
akan mengalami masalah-masalah yang berkenaan dengan:
1.
Perkembangan
individu
2.
Perbedaan
individu dalam hal: kecerdasan, kecakapan, hasil belajar, bakat, sikap,
kebiasaan, pengetahuan, kepribadian, cita-cita, kebutuhan, minat, pola-pola dan
tempo perkembangan, ciri-ciri jasmaniah, dan latar belakang lingkungan,
3. Kebutuhan
individu dalam hal: memperoleh kasih sayang, memperoleh hargadiri, memperoleh
penghargaan yang sama, ingin dikenal, memperoleh prestasi dan posisi, untuk
dibutuhkan orang lain, merasa bagian dari kelompok, rasa aman dan perlindungan
diri, dan untuk memperoleh kemerdekaan diri,
4.
Penyesuaian
diri dan kelainan tingkah laku,
5.
Masalah
belajar.
M. Hamdan Bakran Adz-Dzaky (Findinillah dkk, 2015) mengklasifikasikan
masalah individu termasuk siswa sebagai berikut:
1. Masalah atau kasus yang berhubungan
problematika individu dengan Tuhannya
Masalah
individu yang berhubungan dengan Tuhannya, ialah kegagalan individu melakukan
hubungan secara vertikal dengan Tuhannya; seperti sulit menghadirkan rasa
takut, memiliki rasa tidak bersalah atas dosa yang dilakukan, sulit
menghadirkan rasa taat, merasa bahwa Tuhan senantiasa mengawasi perilakunya
sehingga individu merasa tidak memiliki kebebasan. Dampak semuanya itu adalah
timbulnya rasa malas atau enggan melaksanakan ibadah dan sulit untuk
meninggalkan perbuatan-perbuatan yang dilarang Tuhan dengan hati nurani.
2. Masalah individu dengan dirinya
sendiri
Masalah
individu berhubungan dengan dirinya sendiri adalah kegagalan bersikap disiplin
dan bersahabat dengan hati nurani yang selalu mengajak atau menyeru dan
membimbing kepada kebaikan dan kebenaran Tuhannya. Dampaknya adalah muncul
sikap was-was, ragu-ragu, berprasangka buruk (su’udzon), rendah motivasi, dan dalam banyak hal tidak mampu
bersikap mandiri.
3. Individu dengan lingkungan keluarga
Masalah
individu berhubungan dengan lingkungan keluarga misalnya kesulitan atau
ketidakmampuan mewujudkan hubungan yang harmonis antara anggota keluarga
seperti antara anak dengan ayah dan ibu, adik dengan kakak dan saudara –
saudara lainnya. Kondisi ketidak harmonisan dalam keluarga menyebabkan anak
merasa tertekan, kurang kasih sayang, dan kurangnya ketauladan dari kedua orang
tua.
4.
Individu
dengan lingkungan kerja
Masalah
individu berhubungan dengan lingkungan kerja misalnya kegagalan individu
memilih pekerjaan yang sesuai dengan karakteristik pribadinya, kegagalan dalam
meningkatkan prestasi kerja, ketidak mampuan berkomunikasi dengan atasan, rekan
kerja, dan kegagalan dalam melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang menjadi tugas
dan tanggung jawabnya. Khususnya siswa, masalah yang berhubungan dengan karier
misalnya ketidakmampuan memahami tentang karier, kegagalan memilih karier yang
sesuai dengan latar belakang pendidikan dan karakteristik pribadinya.
5.
Individu
dengan lingkungan sosialnya
Masalah
individu yang berhubungan dengan lingkungan sosialnya misalnya ketidakmampuan
melakukan penyesuaian diri (adaptasi) baik dengan lingkungan tetangga, sekolah,
dan masyarakat atau kegagalan bergaul dengan lingkungan yang beraneka ragam
watak, sifat, dan perilaku.
Semua masalah di atas harus diidentifikasi oleh guru
pembimbing di sekolah, sehingga bisa menetapkan sekala prioritas masalah mana
yang harus dibicarakan terlebih dahulu dalam pelayanan bimbingan dan konseling.
Masalah – masalah diatas juga harus menjadi pertimbangan bagi guru pembimbing
di sekolah dalam menyusun program bimbingan dan konseling.
Amidya (2013) juga menyebutkan bahwa pada umumnya remaja di
sekolah, baik di tingkat SMP maupun SMA, terdapat beberapa masalah yang
berkenaan dengan perilaku. Berikut beberapa masalah remaja di sekolah :
1. Perilaku
Bermasalah (Problem Behavior)
Masalah perilaku yang dialami remaja di sekolah dapat
dikatakan masih dalam kategori wajar jika tidak merugikan dirinya sendiri dan
orang lain. Dampak perilaku bermasalah yang dilakukan remaja akan menghambat
dirinya dalam proses sosialisasi dengan remaja lain, guru dan masyarakat. Perilaku
malu dalam mengikuti berbagai aktivitas yang digelar sekolah, misalnya,
termasuk dalam kategori perilaku bermasalah yang menyebabkan seorang remaja
menjadi kurang pengalaman. Jadi, perilaku bermasalah ini akan merugikan remaha
di sekolah secara tidak langsung akibat perilakunya sendiri.
2. Perilaku
Menyimpang (Behavior Disorder)
Perilaku menyimpang pada remaja merupakan perilaku yang kacau
dan menyebabkan seorang remaja kelohatan gugup derta perilakunya tidak
terkontrol. Memang diakui bahwa tidak semua remaja mengalami perilaku ini. Seorang
temaja mengalami hal ini jika ia merasa tidak tenang dan bahagia sehingga
menyebabkan hilangnya konsentrasi diri. Perilaku menyimpang pada remaja akan
mengakibatkan munculnya tindakan tidak terkontrol yang mengarah pada tindakan
kejahatan. Penyebab behavior disorder
lebih banyak karena persoalan psikologis yang selalu menghantui dirinya.
3. Penyesuaian
Diri yang Salah (Behaviour Maladjusment)
Perilaku tidak sesuai yang dilakukan remaja biasanya didorong
oleh keinginan mencari jalan pintas dalam menyelesaikan sesuatu tanpa
mendefinisikan secara cermat akibatnya. Perilaku mencontek, membolos, dan
melanggar peraturan sekolah merupakan contoh penyesuaian diri yang salah pada
remaja di sekolah menengah
4. Perilaku
Tidak Dapat Membedakan Benar atau Salah (Conduct
Disorder)
Kecenderungan pada sebagian remaja adalah tidak mampu
membedakan anatara perilaku yang benar atau perilaku yang salah. Wujud dari conduct disorder adalah munculnya cara
berpikir dan perilaku yang kacau dan sering menyimpang dari aturan yang berlaku
di sekolah. Penyebabnya adalah karena sejak kecil, orang tua tidak dapat
membedakan perilaku yang benar dan salah pada anak. Seharusnya, orang tua mampu
memberikan hukuman saat anak berperilaku dalah dan memberikan pujian atau hadiah
saat anak berperilaku baik atau benar. Seorang remaja di sekolah dikategorikan
dalam conduct disorder apabila ia memunculkan perilaku antisocial, baik secara
verbal maupun secara nonverbal, seperti melawan aturan, tidak sopan terhadap
guru, dan mempermainkan temannya.
5. Perilaku
berkaitan dengan Perhatian (Attention
Deficit Hypperactivity Disorder)
Perilaku berkaitan dengan perhatian adalah anak yang
mengalami defesiensi dalam perhatian dan tidak dapat menerima impuls-impuls
sehingga gerakan-gerakannya tidak dapat terkontrol dan menjadi hiperaktif. Remaja
di sekolah yang hiperaktif biasanya mengalami kesulitan dalam meusatkan
perhatian sehingga tidak dapat menyelesaikan tugas-tugas tang diberikan
kepadanya atau tidak dapay berhasil dalam menyelesaikan tugasnya. Jika diajak
berbicara, remaja yang hiperaktif akan memperhatikan lawan bicaranta dan cepat
terpengaruh oleh stimuls yang datang dari luar.
B. Pendekatan-Pendekatan Umum dalam Bimbingan
dan Konseling
Dilihat dati pendekatan bimbingan, bimbingan itu dibagi
menjadi empat pendekatan yaitu : (1) pendekatan krisis; (2) pendekatan
remedial; (3) pendekatan preventif; (4) pendekatan perkembangan. Berikut
penjelasannya :
1.
Pendekatan Krisis
Pendekatan krisis adalah upaya bimbingan yang diarahkan
kepada individu yang mengalami krisis atau masalah. Bimbingan bertujuan untuk
mengatasi krisis atau masalah-masalah
yang dialami individu. Dalam pendekatan krisis ini, guru BK menunggu siswa yang
datang, selanjutnya mereka memberikan bantuan sesuai dengan masalah yang
dirasakan siswa.
Pendekatan ini banyak dipengaruhi oleh aliran psikoanalisis.
Psikoanalisis terpusat pada pengaruh masa lampau sebagia suatu hal yang
menentukan bagi berfungsinya kepribadian pada masa kini. Pengalaman-pengalaman pada masa lima atau
enam tahun pertama dari kehidupan
individu dipandang sebagai akar dari krisis individu yang bersangkutan pada masa kini.
2.
Pendekatan Remedial
Pendekatan remedial adalah upaya bimbinngan yang diarahkan
kepada individu yang mengalami kesulitan. Tujuan bimbingan adalah untuk memperbaiki
kesulitan-kesulitan yang
dialami individu. Dalam pendekatan ini guru BK memfokuskan pada kelemahan-kelemahan individu yang
selanjutnya berupaya untuk memperbaikinya.
Pendekatan remedial ini banyak dipengaruhi oleh aliran psikologi behavioristik. Pendekatan
behavioristik ini menekankan pada perilaku siswa di sini dan saat ini. Perilaku
saat ini dari individu dipengaruhi oleh suasana lingkungan pada saat ini pula.
Oleh sebab itu untuk memperbaiki perilaku individu perlu ditata lingkungan yang
mendukung untuk perbaikan perilaku tersebut.
3.
Pendekatan Preventif
Pendekatan preventif adalah upaya bimbingan yang diarahkan
untuk mengantisipasi masalah-masalah
umum individu dan mencoba jangan sampai terjadi masalah tersebut pada individu.
Guru BK berupaya untuk mengajarkan pengetahuan dan keterampilan untuk mencegah
masalah tersebut pada individu .
Pendekatan kuratif ini tidak didasari oleh teori tertentu
yang khusus. Pendekatannya dapat dikatakan mempunyai banyak teknik terapi,
tetapi hanya sedikit konsep.
4.
Pendekatan Perkembangan
Bimbingan dan konseling yang berkembang pada saat ini adalah
bimbingan dan konseling perkembangan. Visi bimbingan dan konseling adalah edukatif , pengembangan, dan outreach. Edukatif karena titik
berat kepedulian bimbingan dan konseling terletak pada pencegahan dan
pengembangan, bukan pada korektif atau terapeutik., walaupun hal itu tetap ada
dalam kepedulian bimbingan dan konseling perkembangan. Pengembangan, karena titik sentral tujuan bimbingan dan konseling
adalah perkembangan optimal dan strategi upaya pokoknya ialah memberikan kemudahan perkembangan. Outreach,
karena target populasi layanan bimbingan
dan konseling tidak terbatas kepada individu bermasalah dan dilakukan secara
individual tetapi meliputi ragam dimensi (masalah, target intervensi, setting,
metode, lama waktu layanan) dalam rentang yang cukup lebar. Teknik yang
digunakan dalam bimbingan dan konseling perkembangan adalah pembelajaran,
pertukaran informasi, bermain peran, tutorial, dan konseling (Muro and Kottman
dalam Arif, 2012)
C. Strategi Pelaksanaan Layanan Bimbingan dan
Konseling
Istilah strategi berasal dari kata benda strategos, merupakan gabungan kata stratos (militer) dengan ago
(memimpin). Sebagai kata kerja, stratego
berarti merencanakan (to plan).
Menurut kamus The American Herritage
Dictionary (Nurihsan dalam Findinillah dkk, 2015) dikemukakan bahwa ‘strategy is the scince or art of military
command as applied to overall planning and conduct of large-scale combat
operations’. Selanjutnya, dikemukakan pula bahwa strategi adalah ‘the art or skill of using stratagems (a
military manoeuvre) designed to deceive or surprise an enemy in politics,
business, courtships, or the like’.
Pada awalnya, strategi berarti kegiatan memimpin militer
dalam menjalankan tugas-tugasnya di lapangan. Konsep strategi yang semula
diterapkan dalam kemiliteran dan dunia politik, kemudian banyak diterapkan pula
dalam bidang manajemen, dunia usaha, pengadilan, dan pendidikan (Bracker dalam
Nurihsan dalam Findinillah dkk, 2015). Dengan semakin luasnya penerapan
strategi, Mintberg dan Waters (Nurihsan dalam Findinillah dkk, 2015)
mengemukakan bahwa strategi adalah pola umum tentang keputusan atau tindakan.
Bedasarkan beberapa pengertian di atas, Nurihsan (Findinillah
dkk, 2015) mengemukakan bahwa strategi adalah suatu pola yang direncanakan dan
ditetapkan secara sengaja untuk melakukan kegiatan atau tindakan. Strategi
mencakup tujuan kegiatan, siapa yang terlibat dalam kegiatan, isi kegiatan,
proses kegaiatan, dan sarana penunjang kegiatan. Strategi yang diterapkan dalam
layanan bimbingan dan konseling disebut strategi layanan bimbingan dan
konseling.
Strategi bimbingan dan konseling dapat berupa konseling
individual, konsultasi, konseling kelompok, bimbingan kelompok, dan pengajaran
remedial, bimbingan klasikal,
dan strategi terintegrasi. Konseling individual dan konseling kelompok, menurut
Marinhu (Findinillah dkk, 2015), merupakan strategi yang pada umumnya digunakan
untuk membantu pencapaian tujuan-tujuan bimbingan dan konseling karir. Adapun tujuan-tujuan bimbingan dan
konseling karir menurut Marinhu (Findinillah dkk, 2015) yaitu: konseling yang
ditekankan pada aspek-aspek bantuan pengembangan dan pencegahan agar pada
waktunya dapat mencapai kematangan; dan konseling yang ditujukan untuk
pengambilan keputusan. Berikut penjelasan tentang strategi bimbingan dan
konseling :
1.
Konseling Individual
Konseling individual adalah proses belajar melalui hubungan
khusus secara pribadi dalam wawancara antara guru BK dan siswa. Siswa yang mengalami
masalah pribadi yang sulit atau tidak bisa diselesaikan sendiri, kemudian
meminta bantuan kepada guru BK sebagai petugas yang profesional dalam
jabatannya dengan pengetahuan dan keterampilan psikologi. Dalam konseling
diharapkan siswa dapat mengubah sikap, keputusan diri sendiri sehingga ia dapat
lebih baik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan memberikan
kesejahteraan pada diri sendiri dan masyarakat di sekitarnya.
Menurut Nurihsan (Findinillah dkk, 2015) teknik yang
digunakan dalam konseling individual yaitu: a) Menghampiri siswa; b) empati; c)
refleksi; d) eksplorasi; e) menangkap pesan utama; f) bertanya untuk membuka
percakapan; g) bertanya tertutup; h) dorongan minimal; i) interpretasi; j)
mengarahkan; k) menyimpulkan sementara; l) memimpin; m) memfokus; n)
konfrontasi; o) menjernihkan; p) memudahkan; q) diam; r) mengambil inisiatif;
s) memberi nasihat; t) memberi informasi; u) merencanakan; dan v) menyimpulkan.
2.
Konsultasi
Teknik lain dalam program bimbingan adalah konsultasi.
Konsultasi merupakan salah satu strategi bimbingan yang penting sebab banyak
masalah karena sesuatu hal akan lebih berhasil jika ditangani secara tidak
langsung oleh guru BK. Konsultasi dalam pengertian umum dipandang sebagai
nasihat dari seseorang yang profesional.
Pengertian konsultasi dalam program bimbingan dipandang
sebagai suatu proses menyediakan bantuan teknis untuk guru, orang tua,
administrator, dan guru BK lainnya dalam mengidentifikasi dan memperbaiki masalah
yang membatasi efektivitas siswa atau sekolah.
3.
Bimbingan Kelompok
Strategi lain dalam layanan bimbingan dan konseling adalah
bimbingan kelompok. Bimbingan kelompok dimaksudkan untuk mencegah berkembangnya
masalah atau kesulitan pada diri siswa. Isi kegiatan bimbingan kelompok terdiri
atas penyampaian informasi yang berkenaan dengan masalah pendidikan, pekerjaan,
pribadi, dan masalah sosial yang tidak disajikan dalam bentuk pelajaran.
Penyelenggaraan bimbingan kelompok, menurut Nurihsan (Findinillah
dkk, 2015) memerlukan persiapan dan praktik pelaksanaan kegiatan yang memadai,
dari langkah awal sampai dengan evaluasi dan tindak lanjutnya.
4.
Konseling Kelompok
Strategi berikutnya dalam melaksanakan program bimbingan
adalah konseling kelompok. Konseling kelompok merupakan upaya bantuan kepada
siswa dalam rangka memberikan kemudahan dalam perkembangan dan pertumbuhannya.
Selain bersifat pencegahan, konseling kelompok dapat pula bersifat penyembuhan.
Konseling kelompok adalah suatu upaya bantuan kepada siswa
dalam suasana kelompok yang bersifat pencegahan dan penyembuhan, dan diarahkan
kepada pemberian kemudahan dalam rangka perkembangan dan pertumbuhannya.
Konseling kelompok bersifat pencegahan, dalam arti bahwa siswa yang
bersangkutan mempunyai kemampuan untuk berfungsi secara wajar dalam masyarakat,
tetapi mungkin memiliki suatu titik lemah dalam kehidupannya sehingga
mengganggu kelancaran berkomunikasi dengan orang lain. Konseling kelompok
bersifat pemberian kemudahan dalam pertumbuhan dan perkembangan siswa, dalam
arti bahwa konseling kelompok itu menyajikan dan memberikan dorongan kepada
siswa yang bersangkutan untuk mengubah dirinya selaras dengan minatnya sendiri.
Siswa dalam konseling kelompok dapat menggunakan interaksi
dalam kelompok untuk meningkatkan pemahaman dan penerimaan terhadap nilai-nilai
dan tujuan-tujuan tertentu, untuk mempelajari atau menghilangkan sikap-sikap
dan perilaku tertentu.
5.
Pengajaran Remedial
Menurut Makmun (Nurihsan dalam Findinillah dkk, 2015)
pengajaran remedial dapat didefinisikan sebagai upaya guru untuk menciptakan
suatu situasi yang memungkinkan individu atau kelompok siswa tertentu lebih
mampu mengembangkan dirinya seoptimal mungkin sehingga dapat memenuhi kriteria
keberhasilan minimal yang diharapkan, dengan melalui suatu proses interaksi
yang berencana, terorganisasi, terarah, terkoordinasi, terkontrol dengan lebih
memperhatikan taraf kesesuaiannya terhadap keragaman kondisi objektif individu
dan atau kelompok siswa yang bersangkutan serta daya dukung sarana dan
lingkungannya.
Pengajaran remedial merupakan salah satu tahap kegiatan utama
dalam keseluruhan kerangka pola layanan bimbingan belajar, serta merupakan
rangkaian kegiatan lanjutan logis dari usaha diagnostik kesulitan belajar
mengajar.
6.
Bimbingan Klasikal
Menurut Sudrajat, bimbingan klasikal termasuk ke dalam
strategi untuk layanan dasar bimbingan. Layanan dasar diperuntukkan bagi semua
siswa. Hal ini berarti bahwa dalam peluncuran program yang telah dirancang,
menuntut guru BK untuk melakukan kontak langsung dengan para siswa di kelas.
Secara terjadwal, guru BK memberikan layanan bimbingan kepada para siswa. Kegiatan
layanan dilaksanakan melalui pemberian layanan orientasi dan informasi tentang
berbagai hal yang dipandang bermanfaat bagi siswa. Layanan orientasi pada
umumnya dilaksanakan pada awal pelajaran, yang diperuntukan bagi para siswa
baru, sehingga memiliki pengetahuan yang utuh tentang sekolah yang dimasukinya.
Kepada siswa diperkenalkan tentang berbagai hal yang terkait dengan sekolah,
seperti : kurikulum, personel (pimpinan, para guru, dan staf administrasi),
jadwal pelajaran, perpustakaan, laboratorium, tata-tertib sekolah, jurusan
(untuk SLTA), kegiatan ekstrakurikuler, dan fasilitas sekolah lainnya.
Sementara layanan informasi merupakan proses bantuan yang diberikan kepada para
siswa tentang berbagai aspek kehidupan yang dipandang penting bagi mereka, baik
melalui komunikasi langsung, maupun tidak langsung (melalui media cetak maupun
elektronik, seperti : buku, brosur, leaflet, majalah, dan internet). Layanan
informasi untuk bimbingan klasikal dapat mempergunakan jam pengembangan diri.
Agar semua siswa terlayani kegiatan bimbingan klasikal perlu terjadwalkan
secara pasti untuk semua kelas.
D. Referensi
Arif, F. (2012). Masalah-masalah Siswa di Sekolah serta
Pendekatan-pendekatan Umum dalam Bimbingan dan Konseling (Strategi Bimbingan
dan Konseling). [Online]. Diakses
dari https://fingeridea.wordpress.com/2012/05/23/masalah-masalah-siswa-di-sekolah-serta-pendekatan-pendekatan-umum-dalam-bimbingan-dan-konseling-strategi-bimbingan-dan-konseling/
Sudrajat, A.
(2010). Strategi Pelaksanaan Layanan
Bimbingan dan Konseling. [Online]. Diakses dari http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/02/03/strategi-pelaksanaan-layanan-bimbingan-dan-konseling/
Findinillah, dkk.
(2015). Masalah-masalah Siswa di Sekolah
serta Pendekatan-pendekatan Umum dalam Bimbingan dan Konseling (Strategi
Bimbingan dan Konseling). Bandung: UPI. Tidak Diterbitkan
Amidya. (2013). Masalah
Remaja di Sekolah dan Pentingnya Konselor Guru. [Online]. Diakses dari http://remaja.sabda.org/masalah-remaja-di-sekolah-dan-
TUGAS 7
REVIEW
PRESENTASI
MAKALAH KONSEP
DASAR DIAGNOSTIK KESULITAN BELAJAR DAN PENGAJARAN REMEDIAL
Diajukan untuk
memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan dan Konseling
Dosen Pengampu
: 1. Dr. Nani M. Sugandhi, M.Pd.
2. Hendri Rismayadi, S.Pd.
oleh
:
Rizky
Ayu Aulia
NIM
1201707
Departemen Pendidikan Matematika
Fakultas Pendidikan Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Pendidikan Indonesia
Bandung
2015
A. Konsep Dasar Diagnostik Kesulitan Belajar
1. Definisi Diagnostik Kesulitan Belajar
Dalam KBBI, diagnosis/di·ag·no·sis/ adalah penentuan jenis penyakit dengan cara meneliti
(memeriksa) gejala-gejalanya. Banyak ahli mengemukakan pendapatnya
mengenai pengertian diagnostik antara lain, menurut Harriman dalam bukunya Handbook
of Psychological Term, diagnostik adalah suatu analisis terhadap kelainan
atau salah penyesuaian dari pola gejala-gejalanya. Jadi diagnostik merupakan
proses pemeriksaan terhadap hal-hal yang dipandang tidak beres atau bermasalah
(Diska, Putri dan Revaldo, 2015).
Sedangkan menurut
Webster (Diska, Putri dan Revaldo, 2015) diagnosik diartikan sebagai proses
menentukan hak menentukan permasalahan kikat kelainan atau ketidakmampuan
dengan ujian, dan melalui ujian tersebut dilakukan suatu penelitian yang
hati-hati terhadap fakta-fakta yang dijumpai, yang selanjutnya untuk menentukan
permasalan yang dihadapi.
Sehingga dapat
disimpulkan bahwa diagnosik adalah penentuan jenis masalah atau kelainan dengan
meneliti latar belakang penyebabnya atau dengan cara menganalisis gejala-gejala
yang tampak.
Secara harfiah,
kesulitan belajar didefinisikan sebagai rendahnya kepandaian yang dimiliki
seseorang dibandingkan dengan kemampuan yang seharusnya dicapai orang itu pada
umur tersebut. Kesulitan belajar secara informal dapat dikenali dari
keterlambatan dalam perkembangan kemampuan seorang anak. Kesulitan atau
hambatan belajar yang dialami oleh peserta didik dapat berasal dari faktor fisiologik,
psikologik, instrumen, dan lingkungan belajar.
Beberapa kasus
memperlihatkan bahwa kesulitan belajat ini mempengaruhi banyak aspek kehidupan
seseorang, baik itu di sekolah, pekerjaan, rutinitas sehari-hari, kehidupan
keluarga, atau bahkan terkadang dalam hubungan persahabatan dan bermain.
Beberapa penderita menyatakan bahwa kesulitan ini berengaruh pada kebahagiaan mereka.
Sementara itu, bagi penderita lain, gangguan ini menghambat proses belajar
mereka, sehingga tentu saja pada gilirannya juga akan berdampak pada aspek lain
kehidupan mereka.
Jadi, dapat
disimpulkan bahwa diagnostik kesulitan belajar merupakan proses menentukan
masalah atas ketidakmampuan peserta didik dalam belajar dengan meneliti latar
belakang penyebabnya dan atau dengan cara menganalisis gejala-gejala kesulitan
atau hambatan belajar yang nampak.
2. Jenis-jenis Kesulitan Belajar
Tidak semua kesulitan
dalam proses belajar dapat disebut Learning
Disorder (LD). Sebagian anak mungkin hanya mengalami kesulitan dalam
mengembangkan bakatnya. Kadang-kadang, seseorang memperlihatkan ketidakwajaran
dalam perkembangan alaminya, sehingga kriteria yang harus dipenuhi sebelum
seseorang dinyatakan menderita Learning Disorder
(LD) tertuang dalam buku petunjuk yang berjudul DSM (Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders). Kesulitan
belajar dibagi menjadi tiga kategori besar, yaitu :
a.
Kesulitan dalam berbicara dan berbahasa
Kesulitan dalam
berbicara dan berbahasa sering menjadi indikasi awal bagi kesulitan belajar
yang dialami seorang anak. Orang yang mengalami kesulitan jenis ini menemui
kesulitan dalam menghasilkan bunyi-bunyi bahasa yang tepat, berkomunikasi
dengan orang lain melalui penggunaan bahasa yang benar, atau memahami apa yang
orang lain katakan.
b.
Permasalahan dalam hal kemampuan
akademik
Siswa-siswi yang mengalami gangguan
kemampuan akademik berbaur bersama teman-teman sekelasnya demi meningkatkan
kemampuan membaca, menulis, dan berhitung mereka.
c.
Kesulitan lainnya, yang mencakup
kesulitan dalam mengoordinasi gerakan anggota tubuh serta permasalahan belajar
yang belum dicakup oleh kedua kategori di atas.
3. Faktor Penyebab Munculnya Kesulitan Belajar
Beberapa faktor
penyebab munculnya kesulitan belajar menurut Sukardi dibedakan menjadi dua,
yaitu :
a.
Faktor internal
yang meliputi:
1)
Kesehatan
Kondisi fisik secara
umum dapat memengaruhi kemampuan mencapai suatu tujuan. Kesehatan yang buruk
dapat berpengaruh pada tingginya ketidakhadiran siswa dalam mengikuti
pembelajaran. Selain itu, siswa yang kurang sehat juga tidak bisa mencapai
potensi yang sebenarnya.
2)
Problem
Menyesuaikan Diri
Walaupun
faktor ini erat kaitannya dengan masyarakat sekitarnya namun sumber utama
faktor ini berasal dari salam diri siswa, sebagai contoh memiliki gangguan
emosional. Prilaku siswa yang mengalami gangguan emosional ditandai dengan hal
(1) siswa menolak untuk belajar dan hanya ingin melakukan yang dia senangi, (2)
siswa menjadi nakal, agresif, dan menyerang siswa lain secara terbuka, (3)
siswa berprestasi negatif terhadap kegiatan belajar, (4) siswa memindahkan
kekerasan dari rumah ke sekolah apabila
ia menjadi korban kekerasan orang tuanya ataupun saudaranya, dan (5) siswa
menolak perintah belajar atau tekanan lain dari orang tua.
1)
Lingkungan
Faktor ini merupakan
faktor yang tidak mudah diidentifikasi. Problem lingkungan muncul sebagai hasil
reaksi atau perubahan dalam diri siswa terhadap keluarga ataupun lingkungannya.
Penolakan lingkungan terhadap diri siswa pun dapat menjadi problem yang sulit
dalam belajar.
2)
Cara Guru
Mengajar yang Tidak Baik
Karena cara mengajar
guru yang tidak baik dapat menimbulkan kesulitan belajar pada siswa. Agar hal
ini tidak terjadi maka guru perlu melakukan perbaikan secara berkala, baik
penguasaan metode mengajar maupun materi ajar.
3)
Orang Tua Siswa
Orang tua yang tidak
mau atau tidak mampu menyediakan buku atau fasilitas belajar yang memadai bagi
anaknya atau mereka yang tidak mau mengawasi anaknya dalam belajar menjadi
faktor yang dapat menjadi pemicu timbulnya kesulitan belajar.
4)
Masyarakat
Sekitar
Masyarakat di sekitar siswa dapat menjadi sumber
masalah, ketika keberadaan masyarakat tidak kondusif terhadap kebutuhan siswa
secara individual maupun kelompok.
4.
Prosedur Diagnostik Kesulitan Belajar
Di dalam melakukan diagnostik kesulitan
belajar yang dialami oleh siswa, setidaknya ada tiga langkah umum yamg harus
ditempuh oleh seorang guru, yaitu:
a. Mendiagnostik
kesulitan belajar yang dialami oleh siswa, yaitu dengan cara mengidentifikasi
kasus dan melokalisasikan jenis dan sifat kesulitan belajar terebut.
b. Mengadakan
estimasi (prognosis) tentang faktor-faktor penyebab kesulitan belajar yang
dialami siswa.
c. Mengadakan
terapi, yaitu menemukan berbagai kemungkinan yang dapat dipergunakan dalam
rangka penyembuhan atau mengalami kesulitan belajar yang dialamu oleh siswa
tersebut.
Dalam hal ini, seorang guru harus
senantiasa secara teratur memantau dan menerima informasi tentang kemajuan
belajar siswa. Lebih jauh, informasi yang diterimanya itu harus dapat digunakan
sebagai diagnostik atau peramalan tentang kondisi belajar siswa.
Informasi yang telah diterima dapat
dijadikan umpan balik (feed back)
untuk memantau penguatan (reinforcement)
yang dimiliki oleh siswa dalam setiap unit pembelajaran, mengakui apakah siswa
itu sedah belajar dengan baik atau belum, dan mengidentifikasi siswa-siswa yang
ternyata mengalami kesulitan belajar.
5.
Evaluasi Diagnostik Kesulitan Belajar
Evaluasi diagnostik kesulitan
belajar merupakan salah satu fungsi evaluasi yang memerlukan prosedur dan
kompetensi yang lebih tinggi dari para guru sebagai evaluator. Evaluasi
diagnostik kesulitan belajar merupakan evaluasi yang memiliki penekanan kepada
penyembuhan kesulitan belajar siswa yang tidak terpecahkan oleh formula
perbaikan yang biasanya ditawarkan dalam bentuk tes formatif.
Ada sebagian guru yang
tidak menyadari bahwa kemampuan siswa dalam proses pembelajaran itu bervariasi.
Guru mengajar siswa yang dikelompokkan dalam kelas dengan asumsi mereka
memiliki umur yang sama, pengetahuan sama, kecepatan menerima materi
pembelajaran sama, dan siswa dianggap memiliki kesiapan belajar yang sama.
Namun ternyata ketika diberikan contoh soal atau latihan soal ternyata terdapat
masalah, karena ada siswa yang mengalami kesulitan belajar tidak dapat
menyelesaikan soal tersebut dengan baik.
Permasalahan yang
ditemukan tersebut perlu dicari penyebabnya dan program apa yang dapat
diberikan supaya para siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan guru. Dengan evaluasi diagnostik kesulitan belajar ini, diharapkan
para guru dapat mengidentifikasi beberapa siswa yang memiliki kesulitan
belajar.
Evaluasi diagnostik
kesulitan belajar pada umumnya dilakukan pada awal pengajaran, awal tahun ajaran
atau semester. Tujuan evaluasi ini salah satunya adalah untuk menentukan
tingkat pengetahuan awal siswa. Ada dua hal yang penting dalam melakukan
evaluasi diagnostik kesulitan belajar yaitu (1) penilaian diagnostik pada
umumnya jarang digunakan oleh guru untuk menentukan grade dan (2) semakin baik evaluasi diagnostik yang dilakukan,
semakin jelas tujuan belajar yang dapat ditetapkan.
B.
Konsep Dasar Pengajaran Remedial
1.
Definisi Pengajaran Remedial
Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
yang mendefinisikan bahwa “Remedial”
dan “Teaching”. Bila dipisahkan kata remedial berarti (1) Remedial yang berhubungan
dengan perbaikan, pengajaran ulang bagi murid yang hasil belajarnya jelek, (2)
Remedial berarti bersifat menyembuhkan (yang disembuhkan adalah beberapa hambatan / gangguan
kepribadian yang berkaitan dengan kesulitan belajar sehingga dapat timbal balik
dalam arti perbaikan belajar atau perbaikan pribadi). Sedangkan teaching
yang berarti “pengajaran” berarti proses perbuatan, cara mengajar atau
mengajarkan Perihal mengajar, segala sesuatu mengenai mengajar (Diska, Putri
dan Revaldo, 2015).
Menurut
Ischak S.W dan Warji R. (Diska, Putri dan Revaldo, 2015 Remedial
Teaching adalah Kegiatan perbaikan dalam proses belajar mengajar adalah
salah satu bentuk pemberian bentuk
pemberian bantuan. Yaitupemberian bantuan
dalam proses belajar mengajar
yang berupakegiatan perbaikan terprogram dan disusun secara sistematis.
Menurut Sukardi (Diska, Putri dan
Revaldo, 2015) Remedial tidak lain adalah termasuk kegiatan pengajaran yang
tepat diterapkan, hanya ketika kesulitan dasar para siswa telah diketahui.
Kegiatan remedial merupakan tindakan korektif yang diberikan kepada siswa
setelah evaluasi diagnostik dilakukan.
Pengajaran remedial merupakan suatu
bentuk pengajaran yaang bersifat mengobati, menyembuhkan atau membetulkan
pengajaran dan membuatnya menjadi lebih baik dalam rangka mencapai tujuan
pembelajaran yang maksimal.
Maka pengajaran remedial merupakan salah
satu tahap kegiatan utama dalam keseluruhan kerangka pola layanan bimbingan
belajar, serta merupakan rangkaian kegiatan lanjutan logis dari usaha
diagnostik kesulitan belajar mengajar.
2.
Tujuan dan Fungsi Pengajaran Remedial
a.
Tujuan
Pengajaran Remedial
1)
Supaya siswa dapat memahami dirinya, khususnya prestasi
belajarnya, dapat mengenal kelemahannya dalam mempelajari suatu bidang studi
dan juga kekuatannya.
2)
Supaya siswa dapat memperbaiki atau mengubah cara
belajarnya ke arah yang lebih baik.
3)
Supaya siswa dapat memilih materi dan fasilitas belajar
secara tepat.
4)
Supaya siswa dapat mengembangkan sifat dan kebiasaan
yang dapat mendorong tercapainya hasil yang lebih baik.
5)
Supaya siswa dapat melaksanakan tugas-tugas belajar
yang diberikan kepadanya, setelah ia mampu mengatasi hambatan yang menjadi
kesulitan belajarnya, dan mengembangkan sikap serta kebiasaan yang baru dalam
belajar.
b.
Fungsi
Pengajaran Remedial
1)
Fungsi Korektif
Berarti bahwa
melalui pengajaran remedial dapat dilakukan perbaikan terhadap hal-hal yang dipandang
belum memenuhi apa yang diharapkan dalam keseluruhan proses pembelajaran,
antara lain mencakup perumusan tujuan, penggunaan metode, cara-cara belajar,
materi dan alat pelajaran, evaluasi dan lain-lain.
2)
Fungsi Pemahaman
Berarti bahwa
dengan remedial memungkinkan guru, siswa atau pihak-pihak lainnya akan dapat
memperoleh pemahaman yang lebih baik dan komprehesif mengenai pribadi siswa.
3)
Fungsi Penyesuaian
Berarti bahwa
pengajaran ramedial dapat membentuk siswa untuk dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan dan proses belajarnya.
4)
Fungsi Pengayaan
Berarti bahwa
melalui pengajaran remedial, siswa akan dapat memperkaya proses pembelajaran,
sehingga materi yang tidak disampaikan dalam pengajaran reguler, akan dapat
diperoleh melalui pengajaran ramedial.
5)
Fungsi Akselerasi
Berarti bahwa
melalui pengajaran remedial akan dapat diperoleh hasil belajar yang lebih baik
dengan menggunakan waktu yang efektif dan efesien.
6)
Fungsi Terapeutik
Fungsi ini berarti
bahwa melalui pengajaran remedial secara langsung atau tidak akan dapat
membantu menyembuhkan atau memperbaiki kondisi-kondisi kepribadian siswa yang
diperkirakan menunjukan adanya penyimpangan.
3.
Metode dalam Pengajaran Remedial
Metode yang digunakan dalam pengajaran
perbaikan yaitu metode yang dilaksanakan dalam keseluruhan kegiatan bimbingan
belajar mulai dari tingkat identifikasi kasus sampai dengan tindak lanjut.
Metode yang dapat digunakan, yaitu :
a.
Tanya Jawab
Metode ini digunakan dalam rangka
pengenalan kasus untuk mengetahui jenis dan sifat kesulitan siswa. Kebaikan
metode ini dalam rangka pengajaran perbaikan yaitu memungkinkan terbinanya
hubungan baik antara guru dan siswa, meningkatkan motivasi belajar siswa,
menumbuhkan rasa percaya diri siswa, dan sebagainya.
b.
Diskusi
Metode ini digunakan dengan memanfaatkan
interaksi antar-individu dalam kelompok untuk memperbaiki kesulitan belajar
yang dialami oleh sekelompok siswa.
c.
Tugas
Metode ini dapat digunakan dalam rangka
mengenal kasus dan pemberian bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan
belajar. Dengan metode ini, siswa diharapkan dapat lebih memahami dirinya,
dapat memperdalam materi yang telah dipelajari, dan dapat memperbaiki cara-cara
belajar yang pernah dialami.
d.
Kerja Kelompok
Metode ini hampir bersamaan dengan
pemberian tugas dan diskusi. Yang terpenting adalah interaksi di antara anggota
kelompok dengan harapan terjadi perbaikan pada diri siswa yang mengalami
kesulitan belajar.
e.
Tutor
Tutor adalah siswa sebaya yang ditugaskan
untuk membantu temannya yang mengalami kesulitan belajar, karena hubungan
antara teman umumnya lebih dekat dibandingkan hubungan guru-siswa. Pemilihan
tutor ini berdasarkan prestasi, hubungan sosial yang baik, dan cukup disenangi
oleh teman-temannya. Tutor berperan sebagai pemimpin dalam kegiatan kelompok
sebagai pengganti guru.
f.
Pengajaran Individual
Pengajaran individu adalah interaksi antara
guru-siswa secara individual dalam proses belajar mengajar. Pendekatan dengan
metode ini bersifat teraputik, artinya mempunyai sifat penyembuhan dengan cara
memperbaiki cara-cara belajar siswa. Hasil yang diharapkan dalam metode ini di
samping adanya perubahan prestasi belajar juga perubahan dalam pemahaman diri
siswa.
4.
Strategi dan Teknik dalam Pendekatan Pengajaran
Remedial
Strategi dan teknikpengajaran
remedial / Remedial Teaching tesebut
seeperti yang dirumuskan oleh Izhar
Hasis yang disimpulkan dari Ross and
Stanley dan dari Dinkmeyer and
Caldweel dalam bukunya Developmental Counseling, adalah sebagai berikut :
a.
Strategi dan Teknik Pendekatan Remedial Teaching yang Bersifat Kuratif
Tindakan Remedial Teaching dikatakan bersifat
kuratif kalau dilakukan setelah
selesainya program proses belajar mengajar utama diselenggarakan. Diadakannya
tindakan ini didasarkan atas kenyataan empirik bahwa seseorang atau sejumlah
orang atau mungkin sebagian besar atau seluruh anggota kelas atau kelompok
belajar dapat dipandang tidak mampu menyelesaikan program proses belajar mengajar
yang bersangkutan secara sempurna sesuai dengan kriteria keberhasilan yang
ditetapkan.Teknik pendekatan yang dipakai dalam hal ini
adalah sebagai berikut :
1)
Pengulangan(repetation)
Pengulangan
dapat terjadi pada beberapa tingkatan,
yaitu: pada setiap akhir jam pertemuan, setiap akhir unit
(satuan bahan) pelajaran tertentu, dan pada setiap satuan program studi
(triwulan atau semester).
2)
Pengayaan (enrichment)
dan Pengukuhan(reinforcement)
Kalau layanan remedial ditujuakan pada
siswa yang mempunyai kelemahan sangat
mendasar, maka layanan pengayaan dan pengukuhan
ditujukan pada siswa yang mempunyai kelemahan ringan. Teknik pelaksanaannya dapat dengan
memberikan tugas atau soal pekerjaan rumah.
3)
Percepatan (acceleration)
Percepatan diberiakan kepada kasus
berbakat tetapi menunjukkan kesulitan psikososial atau ego emosional. Ada dua
kemungkinan pelaksanaannya, yaitu promosi penuh status akademisnya ke tingkat
yang lebih tinggi sebatas kemungkinan dan maju berkelanjutan bila kasus
menonjol pada beberapa bidang tertentu.
b.
Strategi dan Teknik pendekatan Remedial Teaching yang Bersifat Preventif
Strategi dan teknik pendekatan preventif diberikan
kepada siswa tertentu berdasarkan data atau informasi yang ada dapat
diantisipasi atau setidaknya patut diduga akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugas belajar. Oleh
karena itu, sasaran pokok dari pendekatan preventif adalah berusaha sedapat
mungkin agar hambatan-hambatan dalam mencapai prestasi dapai dihindari dan
kemampuan penyesuaian sesuai dengan
kriteria keberhasilan yang ditetapkan dapat dicapai.Teknik pendekatan yang
dipakai adalah layanan pengajaran
kelompok yang Diorganisasikan secara homogen (homogenius grouping), layanan
pengajaran secara individualdan layanan pengajaran kelompok dengan dilengkapi
kelas khusus remedial dan pengayaan.
c.
Strategi dan Teknik Pendekatan Remedial Teaching Bersifat Pengembangan
Kalau
pendekatan kuratif merupakan tindak lanjut dari post teaching
diagnostic, pendekatan preventif merupakan tindak lanjut dari pre teaching disgnostic maka pendekatan
pengmebangan merupakan tindak lanjut dari during
teaching diagnostic atau upaya diagnostik yang dilakukan guru selama
berlangsungnya proses belajar mengajar (PBM). Agar strategi pendekatan ini dapat dioperasikan secara teknis yang
sistematis, maka diperlukan adanya pengorganisasian proses belajar mengajar
yang sistematis seperti dalam bentuk pengajaran berprogram.
5.
Langkah-Langkah Melaksanakan Pengajaran Remedial
Pengajaran remedial merupakan salah satu
bentuk bimbingan belajar dapat dilaksanakan melalui langkah-langkah sebagai
berikut :
a. Meneliti kasus dengan permasalahannya sebagai
titik tolak kegiatan-kegiatan berikutnya.
b. Menentukan tindakan yang harus dilakukan.
Dalam langkah ini,
dilakukan usaha-usaha untuk menentukan karakteristik kasus yang ditangani
tersebut. Setelah karakteristik ditentukan, maka tindakan pemecahannya harus
dipikirkan adalah sebagai berikut :
1)
Jika kasusnya ringan, tindakan yang ditentukan adalah memberikan
pengajaran remedial kepada siswa tersebut
2)
Jika kasusnya cukup dan berat, maka sebelum diberikan
pengajaran remedial, siswa harus
diberikan layanan konseling terlebih dahulu.
c.
Pemberian
layanan khusus yaitu bimbingan dan konseling.
Tujuan dari layanan
khusus bimbingan konseling ini adalah mengusahakan agar siswa yang terbatas
dari hambatan mental emosional (ketegangan batin), sehingga kemudian siap
menghadapi kegiatan belajar secara wajar. Bentuk konseling di sini bisa berupa
pdikoterapi yang dilakukan oleh psikolog. Tetapi ada kalanya kasus ini dapat
dilakukan oleh guru sendiri.
d.
Langkah
pelaksanaan pengajaran remedial
e.
Melakukan
pengukuran kembali terhadap prestasi belajar siswa dengan alat tes sumatif
f.
Melakukan
re-evaluasi dan re-diagnostik.
Terdapat tiga
kemungkinan tafsiran hasil, yaitu sebagai berikut :
1)
Kasus menunjukkan kenaikan prestasi yang dihasilkan
sesuai dengan kriteria yang diharapkan. Maka selanjutnya diteruskan ke program
yang berikutnya
2)
Kasus menunjukkan kenaikan prestasi, namun belum
memenuhi kriteria yang diharapkan. Maka kasus diserahkan kepada pembimbing
untuk diadakan pengayaan
3)
Kasus belum menunjukkan perubahan yang berarti dalam
hal prestasi. Maka perlu didiagnostik lagi untuk mengetahui letak kelemahan pengajaran remedial untuk
selanjutnya diadakan ulangan dengan alternatif yang sama.
6.
Evaluasi Pengajaran Remedial
Pada akhir kegiatan
siswa diadakan evaluasi. Tujuan paling utama adalah diharapkan 75% taraf
pengusaan (level of mastery). Bila
ternyata belum berhasil maka dilakukan diagnostik dan memperoleh pengajaran
remedial kembali.
Evaluasi perlu
dilakukan secara kontinu untuk menentukan perkembangan dan prosedur yang hendak
dilaksanakan dimasa mendatang. Evaluasi remidi memiliki arti penting bagi
orang-orang terdekat siswa. Oleh karena itu, perlu diberikan informasi kepada
siswa dan orangtua mengenai perkembangan belajarnya.
C.
REFERENSI
Mukhtar
dan Rusmini. (2001). Pengajaran
Remedial. Teori
dan Penerapannya dalam Pembelajaran. Jakarta: CV Fifa Mulia Sejahtera.
Nurihsan,
A. J. (2005). Strategi Layanan Bimbingan & Konseling. Bandung:
PT. Refika Aditama.
Disca, Putri dan Revaldo. (2015). Konsep Dasar Diagnostik Kesulitan Belajar
dan Pengajaran Remedial. Bandung. Makalah.
No comments:
Post a Comment